ISLAM DAN ADAT DI MINANGKABAU

Masyarakat Minangkabau adalah sebuah suku bangsa yang mendiami wilayah Sumatera Barat. Suku di Minangkabau diperintah oleh seorang penghulu yang dipilih karena seorang penghulu akan menjadi orang yang besar dalam kaumnya. “Nan tinggi tampak jauah, nan terberombong jolong basuo, kayu gadang di tangah padang, tampek balinduang kapanehan, tampek bataduh kahujanan, ureknyo tampek baselo, batangnyo tampek basanda, pai tampek batanyo, pulang tampek babarito”
Penghulu dalam adat Minangkabau bergelar “datuak”. Biasanya, para penghulu tersebut disebut “niniak mamak”, yang merupakan pemimpin dalam sebuah kaum. Masyarakat adat Minangkabau sangat memegang teguh adatnya. Di Minangkabau, adat yang telah lama dipakai terdiri dari empat macam, yaitu:

1.Adat nan sabana adat (adat yang sebenar adat)
Adalah segala sesuatu yang telah demikian terjadi menurut kehendak Allah. Menjadi undang-undang alam, yang selalu abadi dan tidak berubah-
ubah. Ada juga yang menyebut bahwa “adat nan sabana adat ini sama dengan adat yang datang dari Allah SWT.

2. Adat nan diadatkan
Adalah adat yang dibuat oleh pengatur tata alam Minangkabau, yaitu Dt. Katumanggungan dan Dt. Parpatiah nan Sabatang. Adat ini juga bersifat
abadi dan tidak berubah-ubah, seperti kata pepatah “indak lakang dek paneh, indak lapuak dek ujan”.

3. Adat nan teradat
Adat yang dipakai, tetapi berbeda-beda di setiap daerah. Aturan adat ini disesuaikan menurut keadaan dan tempat, serta merupakan aturan untuk menyesuaikan diri dengan kehendak zaman.

4. Adat istiadat
Dikiaskan dalam pepatah “di mano aia urang disauak,disinan adat urang diturut”. Jadi adat istiadat adalah penyesuaian diri terhadap adat setempat yang berbeda-beda. Selain memegang teguh adatnya, masyarakat Minangkabau juga sangat mentaati agamanya. Pada waktu Islam masuk ke daerah Minangkabau, Islam menemukan adat Minangkabau dalam bentuknya yang terpadu dengan membawa sedikit pengaruh dari kebudayaan Hindu/Budha. Islam membawa ajaran tentang keyakinan dan tatanan kehidupan masyarakat (Syariah). Di Minangkabau berlakunorma adat yang berisi aturan tentang kehidupan sosial umat manusia. Dengan begitu, terjadilah persentuhandi antara dua norma tersebut.
Dalam tahap pertama, adat dan syara’ berjalan sendiri-sendiri dalam batas yang tidak saling mempengaruhi. Ini berarti bahwa masyarakat Minangkabau menjalankan agamanya dalam bidang akidah dan ibadah, tetapi dalam kehidupan sosial, hukum adat masih berlaku. Dalam tahap kedua, dalam pelaksanaannya salah satu menyandar pada pihak yanglain. Dalam tahap ini, berarti bahwa adat tetap berlangsung, sedangkan agama Islam diterima adanya oleh adat.
Tahap ketiga adalah tahap tercapainya penyiaran Islam. Pada masa ini timbullah rasa tidak puas di antara para pemukaagama terhadap toleransi yang berlebihan terhadap kelompok adat.Berawal dari konflik tersebutlah akhirnya diadakan konsensus Marapalam yang diadakan antara para pemuka agama dengan kelompok adat. Isi penting dari konsensus tersebut adalah “adat basyandi Syara’, syara’ basandi Kitabullah, Syara’ mangato, adat mamakai.”

Sumber : http://digilib.sunan-ampel.ac.id

Comments