Suatu siang di sebuah kawasan di Ranah Minang. Puluhan warga memadati arena pertandingan. Di tengah lapangan, dua ekor kerbau kekar saling berhadapan. Mereka akan diadu untuk ditetapkan sebagai sang juara. Itulah sepintas adu kerbau yang menjadi budaya turun-temurun masyarakat Minangkabau, Sumatra Barat. Budaya warisan leluhur yang telah berlangsung ratusan tahun itu sampai kini masih dijaga dengan baik oleh masyarakat Minang.
Suku Minangkabau memang mempunyai
keterkaitan yang sangat erat dengan hewan ternak berkaki empat yang
disebut kerbau. Itu antara lain terlihat pada berbagai identitas budaya
Minang, seperti atap rumah tradisional mereka (Rumah Bogonjong). Rumah
adat yang kerap disebut juga Rumah Gadang itu berbentuk seperti tanduk
kerbau. Begitu pula pada pakaian wanitanya (Baju Tanduak Kabau).
Sudah beratus-ratus tahun lamanya
kerbau menjadi salah satu hewan terfavorit di Provinsi Sumbar. Badan
kerbau yang besar dan kekar dianggap mampu membantu berbagai macam
pekerjaan manusia. Salah satu pekerjaan kuno yang dikerjakan dengan
bantuan tenaga kerbau adalah menggiling tebu. Dengan alat sederhana,
sang kerbau diikat di sebilah bambu yang terhubung pada alat pemeras
tebu tradisional. Selama delapan jam bekerja, sang kerbau terus-menerus
berputar mengelilingi alat pemeras. Uniknya, agar sang kerbau tidak
pusing kepala, mata hewan itu ditutup dengan dua buah batok kelapa yang
dilapisi kain.
Air tebu hasil perasan sang kerbau
itulah yang kemudian menjadi cikal bakal pembuatan gula merah
tradisional. Masyarakat Minang percaya gula merah hasil kerja keras sang
kerbau lebih gurih ketimbang dari alat modern.
Dari sisi sejarah, hewan kerbau
bagi suku besar di Sumbar ini telah mengantarkan kejayaan mereka di masa
silam. Konon, dahulu kala karena bantuan kerbau-lah masyarakat di
Sumbar menang perang melawan suku Jawa. Akhirnya sampai sekarang mereka
menamakan dirinya sebagai suku Minangkabau. “Jadi perang tak berakhir
juga, jadi kami usulkan untuk adu saja kerbau. Oleh pihak penyerang
dicarilah kerbau yang terbesar di daerahnya ditempatkan di tengah
ladang. Orang sini hanya anak kerbau yang sedang menyusu. Karena kerbau
yang sudah dua hari tak minum susu, dia lari mengejar susu ibunya. Jadi
perut kerbau besar itu robek dan dia lari,” kisah Datuk Bandaro Panjang,
pemuka adat.
Kisah sang kerbau ternyata tak
hanya menjadi legenda semata. Hingga kini pasar ternak di Sumbar pun
lebih banyak menjual kerbau ketimbang sapi. Sistem penjualan ternak
orang Minang pun cukup unik. Berbeda dengan pasar sayur tradisional di
pasar ternak ini tidak akan terdengar sepatah kata pun antara sang
penjual dan pembeli. Transaksi yang berlaku hanya menggunakan tangan.
Jari-jari tangan dipakai sebagai alat perhitungan harga jual ternak yang
akan dibeli.
Badan padat, kaki kekar dan mata
tajam. Itulah ciri khas Si Borgol, kerbau kesayangan Kati Sutan, petani
Ranah Minang. Bagi Kati Sutan, memiliki kerbau seperti Borgol ibarat
memiliki harta yang sangat berharga dan juga kehormatan. Borgol bukanlah
sembarang kerbau. Ia seekor kerbau aduan yang sudah menang lima kali
pertandingan. Karena kehebatan itulah, hewan tersebut kemudian mendapat
gelar borgol yang berarti kuat mengunci lawan.
Tak hanya untuk hobi semata,
kesenangan Kati Sutan mengikuti adu kerbau juga untuk meneruskan tradisi
budaya Minangkabau. Ketangguhan Si Borgol yang sudah lima kali
memenangkan pertandingan itu membuat Kati Sutan terkenal di kampungnya.
Setelah berumur dua tahun, kerbau yang memiliki potensi sebagai aduan
biasanya mulai dilatih oleh pemiliknya. Kali ini, Borgol pun akan
dilatih untuk mempersiapkan kekuatan fisiknya menjelang pertandingan.
Calon lawan tanding latihan harus sesuai berat tubuh Si Borgol. Sebab
jika tidak imbang, latihan tarung itu akan percuma.
Latihan tarung kerbau paling lama
dilakukan selama satu jam. Setelah yakin akan kekuatan Borgol, latihan
tarung dihentikan. Kati Sutan sangat yakin kerbaunya akan menang
kembali. Dalam adu kerbau tak hanya kekuatan kerbau yang menjadi
andalan. Pemilik kerbau juga harus meminta jampi-jampi kepada dukun
kerbau agar menang dalam pertandingan.
Seusai latihan tarung, Kati Sutan
pun meminta seorang dukun kerbau untuk menjampi-jampi Si Borgol. Seperti
pertandingan sebelumnya, Kati Sutan meminta bantuan Sutan Marajo, dukun
adu kerbau yang terkenal di kampungnya. Sang dukun membawa sejumlah
bahan-bahan alam untuk membuat jamu andalan bagi Si Borgol.
Bahan-bahan alam yang terdiri dari
jahe, temulawak, lada dan daun-daunan alam lainnya mulai diracik. Di
atas api besar, jamu-jamuan itu disangrai hingga gosong. Sementara
keluarga Kati Sutan pun ikut membantu. Bahan lain untuk campuran jamu,
seperti telur bebek, air jeruk nipis, minuman suplemen dan satu botol
bir hitam turut disiapkan.
Setelah semua bahan siap, Sutan
Marajo pun mulai membacakan mantera dan membakar kemenyan. Ia berdoa
agar kerbau yang dijampinya dapat memenangkan pertandingan. Jampi-jampi
pun dicampur ramuan. Setelah itu, ramuan kemudian ditempatkan di
selembar daun yang keesokan harinya akan diberikan kepada Si Borgol.
Keluarga Kati Sutan pun lantas mempersiapkan Borgol sang jagoan untuk
diadu keesokan harinya.
Hari pertandingan pun tiba. Kati
Sutan mulai bersiap-siap. Namun sebelum berangkat ke arena pertandingan
masih ada sejumlah ritual yang harus dilakukan sang dukun, yakni
meruncingkan tanduk milik Si Borgol. Tanduk merupakan salah satu bagian
tubuh kerbau yang paling mudah untuk melukai lawan. Karenanya harus
dibuat setajam mungkin. Dengan sebilah pisau Sutan Marajo menajamkan
tanduk Si Borgol. Kini tanduk sang kerbau telah tajam laksana pedang.
Ritual pun dilanjutkan. Seperti
layaknya manusia, Borgol harus mandi dahulu sebelum maju ke arena
pertarungan. Sambil membalurkan air ke tubuh Borgol, Sutan Marajo
merapalkan jampi-jampi ajiannya agar jagoan Kati Sutan ini kuat melawan
musuh. Sesudah acara mandi selesai, sang dukun memberikan ramuan
jampi-jampinya yang dibuat kemarin sore. Tanpa melawan Borgol pun
kemudian memakan ramuan sang dukun dengan lahapnya. Tak lupa tubuh tegap
Borgol pun dibaluri lumpur dan jelaga agar terlihat gagah. Kini seluruh
persiapan telah usai dilaksanakan. Borgol sang jagoan sudah tak sabar
bertemu lawan tandingan.
Siang itu di bawah sinar matahari,
Borgol dilepas dari kandangnya. Bak seorang jagoan, dengan gagahnya
Borgol berjalan keliling kampung menuju arena pertandingan. Letak arena
pertandingan sekitar tujuh kilometer dari desa Kati Sutan. Namun
ditemani sang dukun Sutan Marajo, Borgol tak gentar berjalan. Bahkan
sesekali, kerbau kekar itu mulai berlari seakan tak sabar untuk bertemu
sang penantang.
Akhirnya sampai juga Borgol di
lokasi pertandingan. Rupanya sang lawan telah menunggu di pojok arena.
Lawan tangguh Borgol tersebut berasal dari desa tetangga. Berbeda dengan
Borgol yang sudah ikut lima kali pertandingan, lawannya justru baru
kali ini maju ke arena adu kerbau.
Satu per satu penonton mulai
berdatangan ke arena. Dengan tarif sebesar Rp 3.000, penonton dapat
memilih tempat yang paling nyaman di sekeliling gelanggang. Awalnya adu
kerbau dilakukan untuk mempertahankan tradisi suku Minangkabau. Sayang
belakangan acara adu kerbau justru dimanfaatkan para penontonnya untuk
bertaruh atau berjudi. Begitu pula dalam pertandingan Borgol. Dan
Borgol-lah yang dijagokan. Hampir seluruh penonton bertaruh Borgol sang
jagoan akan memenangkan pertandingan.
Saat yang ditunggu-tunggu pun
tiba. Dua kerbau aduan dibawa ke tengah lapangan. Dan tanpa menunggu
aba-aba lagi, kedua kerbau langsung saling mengejar. Tak disangka,
Borgol yang dijagokan justru lari terbirit-birit menghindari lawan. Adu
kerbau kali ini ternyata tak berjalan lama. Hanya dalam sekejap, Borgol
menyerah kalah dan lari tunggang langgang ke luar arena. Para penonton
pun pulang dengan penuh kekecewaan. Borgol sang jagoan ternyata tak
mampu mempertahankan gelarnya. Rona kecewa juga terpancar di wajah Kati
Sutan. Kekalahan Borgol seakan kehilangan kehormatan bagi keluarga Kati
Sutan.(DEN/Lita Hariyani dan Binsar Rahadian)
Sumber :liputan6.com
Comments