Kejahatan Memilukan
Kekerasan seksual kini bukan lagi malapetaka bagi orang dewasa.   
Kekerasan sekual yang menimpa anak-anak ternyata terbilang tinggi  
jumlahnya dan cukup menonjol.  Dibandingkan kekerasan psikologis seperti
  membentak, mengancam, dan memaksa, kekerasan seksual pada anak masih  
menunjukkan statistik lebih tinggi.  Meskipun, mungkin hal ini terjadi  
karena kurang tereksposnya bentuk kekerasan yang lain tersebut sebagai  
sebuah data.
Namun, sebagai sebuah tindak kejahatan, kekerasan seksual anak  
menjadi perkara yang sangat memilukan.  Pasalnya, dampak traumatik yang 
 dialami anak korban kekerasan seksual begitu mendalam dan sulit  
disembuhkan.  Dalam sebuah diskusi Kajian Ilmiah Perkembangan Anak, di  
Yogyakarta, 28 Juni lalu, dinyatakan bahwa trauma psikologi pada  
anak-anak yang menjadi korban kekerasan dan pelecehan seksual sulit  
dihilangkan dari ingatan anak, terutama jika pelaku masih berada dan  
tinggal tidak jauh dari lingkungan si anak. Ada rasa takut, karena  
pelakunya adalah orang dekat, sebelah rumah atau serumah. (Republika, 29
  Juni 2011)
Memang, biasanya kejadian pelecehan atau kekerasan seksual terjadi di
  ruang khusus, seperti rumah, hotel atau penginapan, maupun tempat  
tersembunyi lainnya.  Adanya kekerasan seksual anak yang selama ini  
terjadi di rumah tentu menjadi persoalan tersendiri.  Sebab, jika  
anak-anak sudah tidak aman di rumahnya, maka ke mana lagi mereka harus  
kembali dan beristirahat untuk mengoptimalkan perkembangan dirinya?
Terlebih lagi, anak-anak adalah objek yang lemah dibandingkan orang  
dewasa.  Ini pula yang menjadi salah satu pemicu mengapa pelaku  
kekerasan yang juga orang dewasa cenderung lebih memilih korban dari  
kalangan anak-anak.
Kejahatan terhadap anak-anak ini dilakukan oleh pelaku dengan modus  
yang beraneka ragam. Ada yang menggunakan cara membujuk korban dengan  
diberi sejumlah uang, membelikan sesuatu yang diinginkan korban, atau  
memang sengaja diajak pelaku untuk bermain bersama kemudian pelaku  
melakukan kekerasan terhadap mereka. Dengan modus-modus tersebut pelaku 
 kemudian melakukan kejahatan tersebut di tempat yang dirasa aman oleh  
pelaku. Dari sekian banyak kasus, mayoritas peristiwa kekerasan dialami 
 oleh anak di rumah atau tempat tinggal pelaku.
Urgensi Aturan Pergaulan di Rumah
Rumah adalah tempat paling aman bagi seluruh penghuni rumah untuk  
beristirahat atau menenangkan diri dari segenap gangguan yang bisa  
mengacam.  Oleh karena itu, Islam menjamin keamanan dan keselamatan  
penghuni rumah (termasuk anak-anak) dengan seperangkat aturan.  Semua  
aturan yang berkaitan dengan hal ini ditetapkan Allah SWT untuk mengatur
  interaksi antar penghuni rumah maupun antara penghuni rumah dengan  
pihak di luar rumah.
Islam tidak menghendaki adanya penghilangan hak penghuni rumah dari  
orang-orang jahat.  Demikian pula, Islam menghendaki agar interaksi yang
  terjadi antar penghuni rumah menghasilkan kemaslahatan bagi semua  
penghuninya.  Oleh karena itu, Islam mengatur secara detil aturan bagi  
semua penghuni rumah.
Kasus kekerasan seksual anak yang sering terjadi di dalam rumah bisa 
 dilakukan oleh anggota penghuni rumah tersebut maupun orang lain yang  
memasuki rumah tanpa menghindahkan aturan syariat.  Fakta  yang lain  
juga mengungkapkan, pola interaksi yang terjadi antar penghuni rumah  
tidak sesuai ketentuan syariat sehingga cenderung memunculkan naluri  
seksual yang bisa berujung kekerasan seksual pada anak.  Misalnya, orang
  tua tidak memisahkan tempat tidur anaknya, membiarkan sembarang orang 
 lain memasuki rumah, tidak mengindahkan khalwat, berpakaian mengundang 
 naluri seksual, dsb.
Oleh karena itu, aturan pergaulan yang ditetapkan syariat Islam  
haruslah menjadi patokan utama agar keselamatan penghuni rumah terjaga. 
  Tak hanya itu, setiap interaksi yang terjadi di dalam rumah bahkan 
akan  membawa kebaikan bersama.
Paradigma Naluri Seksual 
Tata pergaulan dalam Islam didasari oleh pandangan terhadap hakikat  
potensi kehidupan manusia.  Allah SWT telah menciptakan manusia dengan  
segenap potensi, berupa akal maupunkebutuhan- kebutuhan dan naluri.  Di 
 antara naluri yang Allah SWT ciptakan yaitu naluri untuk melestarikan  
jenis.  Salah satu penampakannya adalah rasa suka kepada lawan jenis.   
Kebanyakan orang menyebutnya dengan naluri seksual.  Padahal  
sesungguhnya naluri ini tidak hanya berkaitan dengan seksualitas saja,  
tapi hubungan kekeluargaan juga menjadi bagian dari penampakan naluri  
ini.
Pandangan Islam tentang naluri jenis ini berbeda sekali dengan konsep
  Barat.  Hal ini disebabkan oleh pandangan ideologi keduanya.  Dari  
perbedaan cara memandang naluri seksual ini perbeda pula cara memandang 
 hubungan antara pria dan wanita.
Dalam konsep Barat (yang berideologi kapitalisme), naluri seksual  
termasuk jenis naluri yang harus dipenuhi.  Mereka menganggap jika tidak
  dipenuhi, maka bisa mengakibatkan kebinasaan pelakunya. Tak hanya itu,
  pandangan Barat tentang seksualitas didominasi oleh pandangan sebatas 
 hubungan biologis antara pria-wanita.  Oleh karena itu, menciptakan  
fakta-fakta terindera dan pikiran-pikiran yang mengundang  
fantasi-fantasi seksual, seperti : cerita-cerita, film, lagu-lagu,  
dansa, gaya hidup campur baur di rumah-rumah, tempat rekreasi, di  
jalan-jalan, kolam renang, dll adalah hal yang lumrah dan sah-sah saja. 
  Sebab, mereka menganggap hal itu diperlukan untuk memenuhi gejolak  
seksual yang ada pada setiap individu.
Sementara dalam Islam, naluri seksual -seandainya muncul- tidak  
selamanya harus dipenuhi.  Naluri seksual hanya boleh muncul dalam  
kehidupan suami istri  dan hanya dengan pasangannyalah (suami atau  
istri) naluri ini boleh dipenuhi dan terlarang dilakukan selain kepada  
pasangannya yang sah.  Sebab, Islam menetapkan bahwa  
hakikat pemenuhan naluri seksual pada manusia adalah untuk melestarikan 
 keturunan umat manusia, bukan seksualitas itu sendiri.
Jika naluri seksual muncul pada seorang muslim sementara dia tidak  
memungkinkan memenuhinya dengan suami/isteri,  maka Islam memerintahkan 
 untuk mengalihkan naluri tersebut.  Rasulullah SAW menganjurkan para  
pemuda yang belum mampu menikah sementara naluri seksualnya sudah  
bergejolak agar mereka menundukkan nafsunya dengan melakukan shaum.   
Jadi, tidak selamanya naluri seksual ini harus dipenuhi.  Bagi orang  
yang belum mungkin memenuhinya maka dia harus menahannya  dan ketika  
naluri ini tidak terpenuhi hanya mengakibatkan kegelisahan, bukan  
kebinasaan.
Islam menganggap berkembangnya pikiran-pikiran yang mengundang hasrat
  seksual pada sekelompok orang sebagai perkara yang mendatangkan  
bahaya.   Karenanya, Islam mencegah segala hal yang dapat membangkitkan 
 naluri seksual dalam kehidupan umum (larangan berkhalwat, larangan  
wanita bersolek/berhias di hadapan laki-laki non mahram, memerintahkan  
pria-wanita menjaga pandangan,dll).   Upaya pencegahan ini hanya mungkin
  terlaksana ketika ada tiga pilar, yaitu ketakwaan individu yang akan  
mendorongnya senantiasa terikat dengan aturan Islam tentang pergaulan;  
control masyarakat yang tidak akan membiarkan berkembangnya pelanggaran 
 aturan pergaulan dalam kehidupan masyarakat; serta Negara yang akan  
melindungi rakyat dari hal-hal yang bisa membangkitkan naluri seksual  
dalam kehidupan umum serta penegakkan sanksi bagi siapapun yang  
melakukan pelanggaran.
 
Berkaitan dengan potensi naluri seksual pada manusia, Islam tidak  
melarang manusia untuk bersenang-senang.  Namun, Islam menentukan batas 
 kebolehannya dengan tetap memelihara komunitas dan masyarakat manusia. 
  Dengan demikian, Islam tidak mentolerir seseorang yang mengambil  
kesenangan di bawah penderitaan orang lain, sebagaimana tindak kekerasan
  seksual kepada anak-anak.  Kekerasan sekual termasuk tindakan haram,  
karena Islam menjamin kehormatan setiap manusia (termasuk anak-anak).
Dengan paradigma tersebut, Islam mengatur hubungan lawan jenis dengan
  peraturan yang rinci, menjaga naluri ini agar penampakannya tidak  
membawa kemudharakatan.  Sebaliknya, interkasi yang terjadi akan  
menjamin terwujudnya akhlak yang luhur dan kehidupan yang maslahat.  
 Sebab, Islam menjadikan cita-cita tertinggi manusia adalah tercapainya 
 keridloan Allah.  Maka, kesucian dan ketaqwaan menjadi penentu dalam  
metode berinteraksi antara pria dan wanita.
Tata Pergaulan Islami di Rumah
Islam membatasi hubungan jenis antara pria dan wanita hanya dengan  
perkawinan dan pemilikan hamba sahaya.  Dengan demikian hubungan jenis  
antara pria dan wanita yang tidak diikat dengan pernikahan dianggap  
pelanggaran.  Pelakunya layak mendapatkan sanksi  dari penguasa.  Adapun
  korban akan mendapatkan pemeliharaan dan pemulihan kesehatan agar  
terbebas dari beban traumatik yang mendalam.  Untuk menghindari  
munculnya kejadian tak diinginkan tersebut, beberapa aturan Islam  
berikut harus diterapkan :
1.       Adanya konsep pemisahan kehidupan pria dan wanita.   
Pemisahan kedua jenis manusia akan menghindarkan munculnya naluri  
menyukai lawan jenis yang bisa saja terjadi antar anggota keluarga.   
Beberapa caranya diantaranya; memisahkan kamar tidur anak perempuan dan 
 laki-laki, membatasi interaksi keduanya saat bermain, dll. Rasulullah  
Saw bersabda:
“Suruhlah anak kamu menunaikan solat apabila berusia tujuh tahun 
 dan pukul mereka apabila berusia sepuluh tahun (jika masih belum  
menunaikan sholat) serta pisahkan tempat tidur mereka.” (HR Tirmizi dan Abu Daud)
2.       Perintah meminta ijin untuk memasuki rumah (QS. An Nuur  
[24]:  27).  Dengan perintah ini, penghuni rumah akan terlindungi dari  
gangguan orang luar yang hendak melanggar kehormatannya.  Imam  
ath-Thabrânî telah meriwayatkan sebuah hadis yang menyebutkan bahwa  
Rasulullah SAW. telah bersabda:
“Siapa saja yang memasukkan pandangannya ke dalam rumah orang  
lain tanpa seizin penghuninya, berarti ia telah menghancurkan rumah  
itu”.
Imam Abû Dâwûd juga menuturkan riwayat sebagai berikut:
“Seorang laki-laki pernah bertanya kepada Rasulullah SAW, “Apakah
  aku harus meminta izin kepada ibuku?” Beliau menjawab, “Tentu saja.”  
Laki-laki itu kemudian berkata lagi, “Sesungguhnya ibuku tidak memiliki 
 pembantu selain diriku. Lalu, apakah setiap kali aku masuk (rumah) 
harus  meminta izin?” Rasulullah SAW balik bertanya, “Apakah kamu senang
  melihat ibumu telanjang?” Laki-laki itu pun berkata, “Tentu tidak.”  
Selanjutnya, Rasulullah SAW bersabda, “Karena itu mintalah izin  
kepadanya.”
3.       Menanamkan rasa malu dan mengenalkan aurat dan berpakaian  
sesuai syariat Islam.  Rasa malu harus ditanamkan kepada anak sejak  
dini. Misalnya, mereka harus memahami untuk tidak membiasakan diri  
-walau masih kecil- bertelanjang di depan orang lain; ketika keluar  
kamar mandi, berganti pakaian, dan sebagainya. Kepada anak perempuan  
juga ditanamkan sejak kecil untuk berbusana muslimah.  Menutup aurat  
disampaikan sebagai bagian dari hukum syariat yang harus dipatuhi baik  
bagi laki-laki maupun perempuan (lihat QS. An Nuur [24]:31, QS. Al  
Ahzab:59 dan beberapa hadits tentang kewajiban menutup aurat dan cara  
berpakaian).
4.       Mengenalkan waktu berkunjung (meminta izin dalam 3 waktu,  
QS. An Nuur 58-59).  Tiga ketentuan waktu yang tidak diperbolehkan  
anak-anak untuk memasuki ruangan (kamar) orang dewasa kecuali meminta  
izin terlebih dulu adalah: sebelum shalat subuh, tengah hari, dan  
setelah shalat isya. Aturan ini ditetapkan mengingat di antara ketiga  
waktu tersebut merupakan waktu aurat, yakni waktu ketika badan atau  
aurat orang dewasa banyak terbuka (Lihat: QS al-Ahzab [33]: 13).
5.       Islam memerintahkan kepada manusia baik pria maupun wanita  
untuk menundukkan pandangan (QS. An Nuur [24] : 30-31).  Seluruh  
penghuni rumah harus memahami bahwa di antara mereka diharamkan saling  
melihat aurat.  Mereka pun dilarang untuk melihat bagian tubuh lawan  
jenisnya -meski bukan aurat- dengan pandangan yang memunculkan naluri  
seksual.  Inilah yang dimaksud dengan menundukkan pandangan -salah satu 
 pintu awal persoalan kekerasan seksual.
6.       Islam melarang pria dan wanita berkholwat, kecuali wanita disertai mahram.  Rasulullah Saw bersabda yang artinya : “Janganlah
  seorang laki-laki berkhalwat dengan seorang wanita kecuali dia 
disertai  mahramnya, karena yang ketiga di antara keduanya adalah 
setan.” (HR Muslim, dari jalur Ibnu ‘Abbâs).  Khalwat 
berarti bersendiriannya (bersepi-sepinya) seorang wanita dan laki-laki  
yang bukan mahram di suatu tempat (misalnya rumah) yang tidak  
memungkinkan orang lain memasukinya kecuali ada ijin dari keduanya.   
Oleh karena itu, seorang penghuni rumah perempuan tidak layak memasukkan
  tamu laki-laki yang bukan mahromnya ke dalam rumahnya, kecuali ia  
ditemani mahromnya.  Aturan ini pun akan cukup efektif mengendalikan  
perilaku jahat saat korban dan pelaku hanya sendirian (berkhalwat).
7.       Islam sangat menjaga agar kehidupan wanita bersama wanita  
lagi.  Kekerasan seksual pada anak akan mampu dicegah bila anak hidup  
dalam lindungan para mahromnya dan para wanita lain.  Dengan aturan ini,
  Islam sangat tegas membatasi interaksi penghuni luar rumah dengan  
penghuni luar rumah yang berlainan jenis.
 
Kembali pada Islam
Demikianlah beberapa hukum syariat yang terkait dengan tata aturan  
pergaulan di dalam rumah.  Dengan aturan tersebut, Islam telah  
meminimalisir munculnya naluri seksual melalui konsep keterpisahan dan  
penjagaan dari gangguan orang di luar rumah.  Adapun terhadap kekerasan 
 sekual yang dilakukan oleh orang terdekat korban, hal ini pun akan 
dapat  diminimalisir karena setiap orang yang memasuki rumah dan 
berinteraksi  dengan penghuni rumah harus tetap menjaga aturan yang 
sudah ditetapkan  Syariat.
Inilah keunggulan sistem pergaulan dalam Islam.  Fenomena kekerasan  
seksual anak yang dilakukan oleh orang terdekat cukup menjadi bukti  
bahwa keluarga dan masyarakat sudah jauh meninggalkan tata aturan  
pergaulan Islami.  Hal ini terjadi tentu akibat sekulerisme yang telah  
menggurita hingga merusak tatanan pergaulan dalam keluarga.
Oleh karena itu, sudah saatnya kaum muslim membuang sekulerisme dan  
kembali kepada sistem Islam secara kaffah.  Keselamatan generasi dan  
anak-anak menjadi aset yang sangat berharga.  Oleh karena itu, masa  
depan mereka tidak boleh dihancurkan oleh kejahatan apapun termasuk  
kekerasan seksual.  Hanya syariah dan khilafah yang bisa menyelamatkan  
mereka.  Untuk itu mari kita wujudkan saat ini juga.  Wallahu A’lamu bish shawwaab.
sumber: http://hizbut-tahrir.or.id/2011/07/19/kekerasan-seksual-anak-pengabaian-tata-pergaulan-islam/
Related Posts
Langganan:
Posting Komentar
            (
            Atom
            )
         
Comments