Panduan lengkap ramadhan

MARHABAN YA RAMADHAN
Marhaban   barasal   dari   kata   rahb   yang   berarti   luas   atau   lapang.   Marhaban
menggambarkan  suasana  penerimaan  tetamu  yang  disambut  dan  diterima  dengan
lapang  dada,  dan  penuh  kegembiraan.  Marhaban  ya  Ramadhan (selamat  datang
Ramadhan), mengandungi arti bahwa kita menyambut Ramadhan dengan lapang dada,
penuh kegembiraan, tidak dengan keluhan.

Rasulullah sendiri senantiasa menyambut gembira setiap datangnya Ramadhan. Dan
berita  gembira  itu  disampaikan  pula  kepada  para  sahabatnya  seraya  bersabda:
"Sungguh  telah  datang  kepadamu  bulan  Ramadhan,  bulan  yang  penuh  keberkatan.
Allah  telah  memfardlukan  atas  kamu  puasanya.  Di  dalam  bulan  Ramadhan  dibuka
segala  pintu  surga  dan  dikunci  segala  pintu  neraka  dan  dibelenggu  seluruh setan.
Padanya  ada  suatu  malam  yang  lebih  baik  dari  seribu  bulan.  Barangsiapa  tidak
diberikan kepadanya kebaikan malam itu maka sesungguhnya dia telah dijauhkan dari
kebajikan" (Hr. Ahmad)
Marhaban  Ramadhan,  kita  ucapkan  untuk  bulan  suci  itu,  karena kita mengharapkan
agar jiwa raga kita diasah dan diasuh guna melanjutkan perjalanan menuju Allah swt.
Perjalanan menuju Allah swt itu dilukiskan oleh para ulama salaf sebagai perjalanan
yang  banyak  ujian  dan  tentangan.  Ada  gunung  yang  harus  didaki,  itulah   nafsu.
Digunung itu ada lereng yang curam, belukar yang hebat, bahkan banyak perompak
yang   mengancam,   serta   iblis   yang   merayu,   agar   perjalanan   tidak   dilanjutkan.
Bertambah  tinggi  gunung  didaki,  bertambah  hebat  ancaman  dan  rayuan,  semakin
curam dan ganas pula perjalanan.
Tetapi, bila tekad tetap membaja, sebentar lagi akan tampak cahaya benderang, dan
saat  itu  akan  tampak  dengan  jelas  rambu-rambu  jalan,  tampak  tempat-tempat  yang
indah untuk berteduh, serta telaga-telaga  jernih  untuk  melepaskan  dahaga.  Dan bila
perjalanan dilanjutkan akan ditemukan kendaraan Ar-Rahman untuk mengantar sang
musafir bertemu dengan kekasihnya. Untuk sampai pada tujuan tentu diperlukankan
bekal yang cukup. Bekal itu adalah benih-benih kebajikan yang harus kita tabur didalam
jiwa kita. Tekad yang keras dan membaja untuk memerangi nafsu, agar kita mampu
menghidupkan malam Ramadhan dengan shalat dan tadarrus, serta siangnya dengan
ibadah kepada Allah melalui pengabdian untuk agama.
Ikhwati  wa  akhowati  fillaah,  Salah  satu  sifat  Allah  SWT  adalah  Ia  memiliki  irodah
(kehendak), sebagaimana firman-Nya:
"Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya. Sekali-kali tidak
ada  pilihan  bagi  mereka.  Maha  Suci  Allah  dan  Maha  Tinggi  dari  apa  yang  mereka
persekutukan (dengan Dia)." (QS Al Qoshosh [28]:68).
Allah    memilih    sesuatu    yang    dikehendakiNya.    Allah    memilih    tempat    yang
dikehendakiNya. Allah memilih manusia yang dikehendakiNya, pilihanNya sendiri ada
yang menjadi Rasul, pemimpin negara, cendekia, dsb. Allah memilih gua Hiro' yang
dikehendakiNya  sebagai  tempat  pertemuan  Rasul  dan  Malaikat  Jibril.  Allah  memilih
Mekkah  yang  dikehendakiNya  sebagai  kiblat  kaum  Muslimin  dan  memilih  pula  kota
Madinah sebagai basis pertahanan Rasulullah dalam menyebarkan risalah Ilahi.
Begitu pula halnya dengan bulan-bulan dalam setahun, Allah telah memilih Ramadhan
sebagai bulan yang istimewa, yang namanya disebutkan dalam Al Qur-an.
Firman Allah:
"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan  (permulaan)  Al  Qur'an  sebagai  petunjuk  bagi  manusia  dan  penjelasan-
penjelasan  mengenai  petunjuk  itu  dan  pembeda  (antara  yang  hak  dan  yang  bathil).
Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu,
maka  hendaklah  ia  berpuasa  pada  bulan  itu,  dan  barangsiapa  sakit  atau  dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang
ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu,
dan  tidak  menghendaki  kesukaran  bagimu.  Dan  hendaklah  kamu  mencukupkan
bilangannya  dan  hendaklah  kamu  mengagungkan  Allah  atas  petunjuk-Nya   yang
diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." QS Al Baqoroh [2]:185.
Jika Allah berkehendak, tentu ada suatu maksud tertentu dibalik kehendakNya itu. Allah
mengutus Rasulullah dengan satu maksud, untuk menyampaikan risalah-Nya.
Begitu   halnya   dengan   bulan   Ramadhan,   sebab   Allah   tidak   akan   mengatakan
Ramadhan  sebagai  bulan  istimewa  jika  tidak  ada  sesuatu  dibalik  itu.  Baginda
Rasulullah  SAW,  ketika  berada  di  penghujung  bulan  Sya'ban,  selalu  mengatakan
kepada sahabatnya:
"Telah  datang  padamu  bulan  Ramadhan,  penghulu  segala  bulan.  Maka  sambutlah
kedatangannya.  Telah  datang  bulan  shiyam  membawa  segala  keberkahan,  maka
alangkah mulianya tamu yang datang itu." (HR. Ath Thabrani).

Dalam sabdanya yang lain:
"Sesungguhnya  telah  datang  padamu  bulan  Ramadhan,  bulan  yang  diberkahi,  Allah
memerintahkan berpuasa di dalamnya. Pada bulan itu, dibukakan segala pintu Surga,
dikunci  segala  pintu  neraka  dan  dibelenggu  syetan-syetan. Di dalamnya ada suatu
malam yang lebih baik dari 1000 bulan. Barangsiapa yang tidak diberikan kebajikan
malam itu, berarti telah diharamkan baginya segala rupa kebajikan." (HR. An Nasai dan
Al Baihaqi)

Jika  kita  menengok  ke  belakang,  melihat  sirah  Rasulullah  SAW  kita  akan  melihat
betapa banyaknya kejadian penting terjadi pada bulan Ramadhan, di antaranya:
1.  Bulan diturunkannya Al Qur-an.
Firman Allah:
"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-
penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil)."
(QS Al Baqarah [2]:185)
Dalam tafsir Mafatihul Ghaib, berkenaan dengan ayat diatas, Ar Razi berkata: "Allah
telah  mengistimewakan  bulan  Ramadhan  dengan  jalan  menurunkan  Al  Qur-an.
Karenanya, Allah SWT mengkhususkannya dengan satu ibadah yang sangat besar
nilainya, yakni puasa (shaum). Shaum adalah satu senjata yang mengungkapkan
tabir-tabir   yang   menghalangi   kita   manusia   memandang   nur   Ilahi   yang   Maha
Quddus. Al Qur-an adalah suatu kitab yang tiada bandingannya, pemisah yang haq
dan bathil, berlaku sepanjang masa, dan menjadi pengikat seluruh ummat Islam di
seluruh dunia.

2.  Bulan diturunkannya kitab-kitab suci lainnya.
Di bulan ini pula, Allah menurunkan kitab-kitabNya yang lain kepada para Rasul,
sebagaimana diriwayatkan dalam hadits:
"Shuhuf   Ibrahim   diturunkan   pada   malam   pertama   bulan   Ramadhan,   Taurat
diturunkan pada 6 Ramadhan dan Injil diturunkan pada 13 Ramadhan sedangkan Al
Qur-an diturunkan pada 24 Ramadhan." (HR. Ahmad)
Itulah keberkahan bulan Ramadhan, bulan turunnya ayat-ayat Qouliyyah, minhajul
hayah bagi keberadaan manusia di muka bumi, penunjuk jalan bagi orang-orang
yang mau mensucikan dirinya.

3.  Bulan pilihan Allah bagi terjadinya perang Badar.
Perang pertama yang dilakukan kaum Muslimin, dimana perang ini menjadi penentu
kelangsungan  perjuangan  da'wah  yang  dilakukan  oleh  Rasulullah  SAW  bersama
para sahabatnya. Perang Badr dinamakan Allah dengan sebutan "yaumul furqon"
(hari pembeda antara yang haq dan bathil), sebagaimana firmanNya:
"Ketahuilah, sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan
perang,  maka  sesungguhnya  seperlima  untuk  Allah,  Rasul,  kerabat  Rasul,  anak-
anak yatim, orang-orang miskin dan ibnussabil, jika kamu beriman kepada Allah dan
kepada apa yang kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) di hari Furqaan,
yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu."
QS Al Anfal [8]:41.
Muhammad Qutb mengatakan dalam tafsirnya bahwa perang ini dari awal hingga
akhirnya  adalah  rencana  Allah  SWT  yang  dilaksanakan  dengan  pimpinan  dan
bantuanNya. Dimana dalam jalannya pertempuran, Allah SWT memenangkan kaum
Muslimin yang mempunyai personil dan persenjataan minim, ditambah kondisi fisik
kaum Muslimin yang secara lahiriah lebih lemah karena sedang berpuasa, setelah
menerima  perintah  yang  baru  beberapa  saat  diterimanya.  Namun  itu  bukanlah
hambatan untuk menang, karena kekuatan utama kaum Muslimin adalah kekuatan
ruhiyyah mereka dengan keyakinan akan kebenaran janji Allah SWT. Peperangan
ini   membuahkan   babakan   baru   dalam   sistem   gerakan   Islam.   Perang   ini
memperbaharui kondisi ummat Islam, setelah dengan sabar dan tabah menempuh
tahapan-tahapan perjuangan da'wah. Lahir tatanan baru dalam kehidupan manusia,
bagi penerapan hak-hak asasi serta sistem dan struktur baru bagi masyarakat dan
negara.

4.  Bulan yang dipilih bagi terbukanya kota Mekkah.
Peristiwa "fathul makkah" terjadi pada pertengahan bulan Ramadhan, sekitar 10000
kaum  Muslim  mendatangi  Makkah  dari  segala  penjuru.  Pada  saat  itulah  terjadi
fenomena  kemenangan  yang  tidak  ada  bandingannya  dalam  sejarah  manapun,
dimana semua musuh, hingga para pemimpinnya menerima dan mengikuti agama
lawan. Ini tidak terjadi melainkan dalam sejarah Islam. Kemenangan ini hakikatnya
adalah kemenangan akidah, kalimat tauhid dan bukan kemenangan individual atau
balas dendam.

5.  Bulan yang dipilih Allah untuk Lailatul Qadar.
Dijelaskan dalam firman Allah SWT:
"Sesungguhnya  Kami  telah  menurunkannya  (Al  Qur'an)  pada  malam  kemuliaan.
Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu ? Malam kemuliaan itu lebih baik
dari seribu bulan. Pada malam itu turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan
izin  Tuhannya  untuk  mengatur  segala  urusan.  Malam  itu  (penuh)  kesejahteraan
sampai terbit fajar." (QS Al Qadr [97]:1-5)

6.  Bulan yang dipilih untuk pelaksanaan puasa dan pemindahan qiblat.
Firman Allah:
"Hai  orang-orang  yang  beriman,  diwajibkan  atas  kamu  berpuasa  sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. " QS Al Baqarah
[2]: 183.
Bersamaan   dengan   turunnya   ayat   perintah   berpuasa   di   bulan   Ramadhan,
pemindahan qiblat ummat Islam dari Baitul Maqdis ke Masjidil Haram inipun menjadi
pembeda antara yang haq dan bathil, dimana pada saat sebelumnya orang Yahudi
merasa lebih benar karena puasa mereka dan kiblat mereka diikuti kaum Muslimin.
Namun dengan perintah itu, maka berbedalah kaum Muslimin dengan ahlul kitab.
Berbeda  pula  kiblat  Muslimin  dengan  mereka,  serta  puasa  Muslimin  dengan
mereka. Kecongkakan merekapun berakhir dengan barokah bulan ini.

Keutamaan beramal di bulan ramadhan
1.  "Diriwayatkan dari Abu Hurairah ra: Bahwa sesungguhnya Rasulullah saw. pernah
bersabda: Ketika datang bulan Ramadhan: Sungguh telah datang kepadamu bulan
yang  penuh  berkat,  diwajibkan  atas  kamu  untuk  shaum,  dalam  bulan  ini  pintu
Jannah dibuka, pintu Neraka ditutup, Setan- Setan dibelenggu. Dalam bulan ini ada
suatu   malam   yang   nilanya   sama   dengan   seribu   bulan,   maka   barangsiapa
diharamkan   kebaikannya   (tidak   beramal   baik   didalamnya),   sungguh   telah
diharamkan  (tidak  mendapat  kebaikan  di  bulan  lain  seperti  di  bulan  ini)."  (HR.
Ahmad, Nasai dan Baihaqy. Hadits Shahih Ligwahairihi).
2.  "Diriwayatkan  dari  Urfujah,  ia  berkata:  Aku  berada  di  tempat  'Uqbah  bin  Furqad,
maka  masuklah  ke  tempat  kami  seorang  dari  Sahabat  Nabi  saw.  ketika  Utbah
melihatnya   ia   merasa   takut   padanya,   maka   ia   diam.   ia   berkata:   maka   ia
menerangkan   tentang   shaum   Ramadhan   ia   berkata:   Saya   telah   mendengar
Rasulullah  saw  bersabda  tentang  bulan  Ramadhan:  Di  bulan  Ramadhan  ditutup
seluruh  pintu  Neraka,  dibuka  seluruh  pintu  Jannah,  dan  dalam  bulan  ini  Setan
dibelenggu. Selanjutnya ia berkata: Dan dalam bulan ini ada malaikat yang selalu
menyeru: Wahai orang yang selalu mencari/ beramal kebaikan bergembiralah anda,
dan wahai orang-orang yang mencari/berbuat kejelekan berhentilah (dari perbuatan
jahat)  .  Seruan  ini  terus  didengungkan  sampai  akhir  bulan  Ramadhan."  (Riwayat
Ahmad dan Nasai)
3.  "Diriwayatkan dari Abi Hurairah ra. Sesungguhnya Nabi saw. telah bersabda: Shalat
Lima  waktu,  Shalat  Jum'at  sampai  Shalat  Jum'at  berikutnya,  Shaum  Ramadhan
sampai  Shaum  Ramadhan  berikutnya,  adalah  menutup  dosa-dosa  (kecil)  yang
diperbuat diantara keduanya, bila dosa-dosa besar dijauhi."(H.R.Muslim)
4.  "Diriwayatkan  dari  Abdullah  bin  Amru,  bahwa  sesungguhnya  Nabi  saw.  telah
bersabda:  Shaum  dan  Qur'an  itu  memintakan  syafa?at  seseorang  hamba  di  hari
Kiamat  nanti.  Shaum  berkata:  Wahai  Rabbku,aku  telah mencegah dia memakan
makanan dan menyalurkan syahwatnya di siang hari, maka berilah aku hak untuk
memintakan syafa'at baginya. Dan berkata pula AL-Qur'an: Wahai Rabbku aku telah
mencegah dia tidur di malam hari (karena membacaku), maka berilah aku hak untuk
memintakan  syafaat  baginya.  Maka  keduanya  diberi  hak  untuk  memmintakan
syafaat." (H.R. Ahmad, Hadits Hasan).
5.  "Diriwayatkan dari Sahal bin Sa'ad: Sesungguhnya Nabi saw telah bersabda: bahwa
sesungguhnya bagi Jannah itu ada sebuah pintu yang disebut  " Rayyaan". Pada
hari kiamat dikatakan: Dimana orang yang shaum?  (untuk masuk Jannah melalui
pintu  itu),  jika  yang  terakhir  diantara  mereka  sudah  memasuki  pintu  itu,  maka
ditutuplah pintu itu." (HR. Bukhary Muslim).
6.  Rasulullah  saw.  bersabda: Barangsiapa  shaum  Ramadhan  karena  beriman  dan
ikhlas,  maka  diampuni  dosanya  yang  telah  lalu  dan  yang  sekarang  (HR.Bukhary
Muslim).
Kesemua  Hadits  di  atas  memberi  pelajaran  kepada  kita,  tentang  keutamaan  bulan
Ramadhan dan keutamaan beramal didalamnya, di antaranya:
1.  Bulan Ramadhan adalah:
a.  Bulan yang penuh Barakah.
b.  Pada bulan ini pintu Jannah dibuka dan pintu neraka ditutup.
c.  Pada bulan ini Setan-Setan dibelenggu.
d.  Dalam bulan ini ada satu malam yang keutamaan beramal didalamnya lebih baik
daripada beramal seribu bulan di bulan lain, yakni malam LAILATUL QADR.
e.  Pada bulan ini setiap hari ada malaikat yang menyeru menasehati siapa yang
berbuat baik agar bergembira dan yang berbuat ma'shiyat agar menahan diri.
(dalil 1 & 2).
2.  Keutamaan beramal di bulan Ramadhan antara lain:
a.  Amal itu dapat menutup dosa-dosa kecil antara setelah Ramadhan yang lewat
sampai dengan Ramadhan berikutnya.
b.  Menjadikan bulan Ramadhan memintakan syfaa't.
c.  Khusus bagi yang shaum disediakan pintu khusus yang bernama Rayyaan untuk
memasuki Jannah. (dalil 3, 4, 5 dan 6).
Ramadhan bagi umat Islam bukan sekedar salah satu nama bulan qomariyah, tapi dia
mempunyai  makna  tersendiri.  Ramadhan  bagi  seorang  muslim  adalah  rihlah  dari
kehidupan materialistis kepada kehidupan ruhiyah, dari kehidupan yang penuh berbagai
masalah  keduniaan  menuju  kehidupan  yang  penuh  tazkiyatus  nafs  dan  riyadhotur
ruhiyah. Kehidupan yang penuh dengan amal taqorrub kepada Allah, mulai dari tilawah
Al-Qur'an,  menahan  syahwat  dengan  shiyam,  sujud  dalam  qiyamul  lail,  ber'itikaf  di
masjid,  dan  lain-lain. Semua ini dalam rangka merealisasikan inti ajaran dan hikmah
puasa Ramadhan yaitu: Agar kalian menjadi orang yang bertaqwa. (Al-Baqoroh: 183
dan akhir Al-Hijr)
Ramadhan  juga  merupakan  bulan  latihan  bagi  peningkatan  kualitas  pribadi  seorang
mulism.   Hal   itu   terlihat   pada   esensi   puasa   yakni   agar   manusia   selalu   dapat
meningkatkan    nilainya    dihadapan    Allah    SWT    dengan    bertaqwa,    disamping
melaksanakan  amaliyah-amaliyah  positif  yang  ada  pada  bulan  Ramadhan.  Diantara
amaliyah-amaliyah  Ramadhan  yang  telah  dicontohkan  oleh  Rasulullah  SAW  baik  itu
amaliyah ibadah maupun amaliyah ijtijma'iyah adalah sebagai berikut:

Shiyam (puasa)
Amaliyah  terpenting  selama  bulan  Ramadhan  tentu  saja  adalah  shiyam  (puasa),
sebagaimana  termaktub  dalam  firman  Allah  pada  surat  al  Baqoroh:  183-187. Dan
diantara amaliyah shiyam Ramadhan yang diajarkan oleh Rasulullah ialah:
a.  Berwawasan yang benar tentang puasa dengan mengetahui dan menjaga rambu-
rambunya.   "Barangsiapa   berpuasa   Ramadhan   kemudian   mengetahui   rambu-
rambunya dan memperhatikan apa yang semestinya diperhatikan, maka hal itu akan
menjadi pelebur dosa-dosa yang pernah dilakukan sebelumnya" (HR. Ibnu Hibban
dan Al Baihaqi).
b.  Tidak meninggalkan shiyam, walaupun sehari, dengan sengaja tanpa alasan yang
dibenarkan  oleh  syari'at  Islam.  Rasulullah  SAW  bersabda  bahwa: "Barangsiapa
tidak puasa pada bulan Ramadhan sekalipun sehari tanpa alasan rukhshoh atau
sakit, hal itu (merupakan dosa besar) yang tidak bisa ditebus bahkan seandainya ia
berpuasa selama hidup" (HR At Turmudzi).
c.  Menjauhi hal-hal yang dapat mengurangi atau bahkan menggugurkan nilai shiyam.
Rasulullah   SAW   pernah   bersabda:  "  Bukanlah  (hakikat)  shiyam  itu  sekedar
meninggalkn  makan  dan  minum,  melainkan  meninggalkan  pekerti  sia-sia  (tak
bernilai) dan kata-kata bohong" (HR Ibnu Hibban dan Ibnu Khuzaimah). Rasulullah
juga  pernah  bersabda  bahwa:  "  Barangsiapa  yang  selama  berpuasa  tidak  juga
meninggalkan   kata-kata   bohong   bahkan   mempraktekkannya,   maka   tidak   ada
nilainya   bagi   Allah   apa   yang   ia   sangkakan   sebagai   puasa,   yaitu   sekedar
meninggalkan makan dan minum " (Hr Bukhori dan Muslim).
d.  Bersungguh  -  sungguh  melakukan  shiyam  dengan  menepati  aturan-aturannya.
Rasulullah  SAW  bersabda:  "  Barangsiapa  berpuasa  Ramadhan  dengan sepenuh
Iman   dan   kesungguhan,   maka   akan   diampunkanlah   dosa-dosa   yang   pernah
dilakukan " (HR. Bukhori, Muslim dan Abu Daud).
e.  Bersahur, makanan yang berkah (al ghoda' al mubarok). Dalam hal ini Rasulullah
pernah bersabda bahwa: " Makanan sahur semuanya bernilai berkah, maka jangan
anda  tinggalkan,  sekalipun  hanya  dengan  seteguk  air.  Allah  dan  para  Malaikat
mengucapkan salam kepada orang-orang yang makan sahur" (HR. Ahmad). Dan
disunnahkan mengakhirkan waktu makan sahur .
f.   Ifthor, berbuka puasa. Rasululah pernah menyampaikan bahwa salah satu indikasi
kebaikan  umat  manakala  mereka  mengikuti  sunnah  dengan  mendahulukan  ifthor
(berbuka  puasa)  dan  mengakhirkan  sahur.  Dalam  hal  berbuka  puasa  Rasulullah
SAW juga pernah bersabda bahwa: " Sesungguhnya termasuk hamba Allah yang
paling dicintai olehNya, ialah mereka yang bersegera berbuka puasa. " (HR. Ahmad
dan Tirmidzi). Bahkan beliau mendahulukan ifthor walaupun hanya dengan ruthob
(kurma mengkal), atau tamr (kurma) atau air saja " (HR. Abu Daud dan Ahmad).
g.  Berdo'a. Sesudah hari itu menyelesaikan ibadah puasa dengan berifthor, Rasulullah
SAW seperti prilaku yang beliau lakukan sesudah menyelesaikan suatu ibadah, dan
sebagai  wujud  syukur  kepada  Allah,  beliau  membaca  do'a  sebagai  berikut  ;
Rasulullah   bahkan   mensyari'atkan   agar   orang-orang   yang   berpuasa   banyak
memanjatkan do'a, sebab do'a mereka akan dikabulkan oleh Allah. Dalam hal ini
beliau pernah bersabda bahwa: " Ada tiga kelompok manusia yang do'anya tidak
ditolak  oleh  Allah.  Yang  pertama  ialah  do'a  orang-rang  yang berpuasa sehingga
mereka berbuka" (HR. Ahmad dan Turmudzi).

Tilawah (membaca) al Qur'an
Ramadhan adalah bulan diturunkannya al Qur'an. (QS. Al Baqoroh: 185). Pada bulan
ini Malaikat Jibril pernah turun dan menderas al Qur'an dengan Rasulullah SAW (HR.
Bukhori).  Maka  tidak  aneh  kalau  Rasulullah  SAW  (yang  selalu  menderas  al  Qur'an
disepanjang tahun itu) lebih sering menderasnya pada bulan Ramadhan.
Imam az Zuhri pernah berkata: " Apabila datang Ramadhan maka kegiatan utama kita
(selain shiyam) ialah membaca al Qur'an". Hal ini tentu saja dilakukan dengan tetap
memperhatikan tajwid (kaedah membaca al Qur'an) dan esensi dasar diturunkannya al
Qur'an untuk ditadabburi, dipahami dan diamalkan (QS. Shod: 29).

Ith'am ath tho'am (memberikan makanan dan shodaqoh lainnya)
Salah satu amaliyah Ramadhan Rasulullah ialah memberikan ifthor (santapan berbuka
puasa) kepada orang-orang  yang  berpuasa.  Seperti  beliau  sabdakan:  "Barangsiapa
yang  memberi  ifthor  kepada  orang-orang  yang  berpuasa,  maka  ia  mendapat  pahala
senilai pahala orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi pahala orang yang berpuasa
tersebut " (HR. Turmudzi dan an Nasa'i).
Hal  memberi  makan  dan  sedekah  selama  bulan  Ramadhan  ini  bukan  hanya  untuk
keperluan   iftor   melainkan   juga   untuk   segala   kebajikan,  Rasulullah   yang   dikenal
dermawan   dan   penuh   peduli   terhadap   nasib   umat,   pada   bulan   Ramadhan
kedermawanan dan keperduliannya tampil lebih menonjol, kesigapan beliau dalam hal
ini bahkan dimisalkan sebagai " lebih cepat dari angin " (HR Bukhori).

Memperhatikan kesehatan.
Shaum memang termasuk kategori ibadah mahdhoh (murni), sekalipun demikian agar
nilai maksimal ibadah puasa dapat diraih, Rasulullah justru mencontohkan kepada umat
agar selama berpuasa tetap memperhatikan kesehatan. Hal ini terlihat dari beberapa
peristiwa dibawah ini:
a.  Menyikat gigi dengan siwak (HR. Bukhori dan Abu Daud).
b.  Berobat  seperti  dengan  berbekam  (al  hijamah)  seperti  yang  diriwayatkan  oleh
Bukhori dan Muslim.
c.  Memperhatikan  penampilan,  seperti  pernah  diwasiatkan  oleh  Rasulullah  SAw
kepada sahabat Abdullah ibnu Mas'ud RA, agar memulai puasa dengan penampilan
baik dan tidak dengan wajah yang cemberut. (HR. AL Haitsami)

Memperhatikan harmoni keluarga
Sekalipun  puasa  adalah  ibadah  yang  khusus  diperuntukkan  kepada  Allah,  yang
memang juga mempunyai nilai khusus dihadapan Allah, tetapi agar hal tersebut diatas
dapat terealisir dengan lebih baik, maka Rasulullah justru mensyari'atkan agar selama
berpuasa  umat  tidak  mengabaikan  harmoni  dan  hak-hak  keluarga.  Seperti  yang
diriwayatkan  oleh  istri-istri  beliau,  Aisyah  dan  Ummu  Salamah  RA,  Rasulullah  tokoh
yang paling baik untuk keluarga itu, selama bulan Ramadhan tetap selalu memenuhi
hak-hak  keluarga  beliau.  Bahkan  ketika  Rasulullah  berada  dalam  puncak  praktek
ibadah shaum yakni i'tikaf, harmoni itu tetap terjaga.

Memperhatikan aktivitas da'wah dan sosial
Kontradiksi dengan kesan dan perilaku umum tentang berpuasa, Rasulullah SAW justru
menjadikan  bulan  puasa  sebagai  bulan  penuh  amaliyah  dan  aktivitas  positif.  Selain
yang  telah  tergambar  seperti  tersebut  dimuka,  beliau  juga  aktif  melakukan  da'wah,
kegiatan sosial, perjalanan jauh dan jihad. Dalam sembilan kali Ramadhan yang pernah
beliau alami, beliau misalnya melakukan perjalanan ke Badr (tahun 2 H), Mekah (tahun
8  H),  dan  ke  Tabuk  (tahun  9 H),  mengirimkan  6  sariyah  (pasukan  jihad  yang  tidak
secara  langsung  beliau  ikuti/pimpin),  melaksanakan  perkawinan  putrinya  (Fathimah)
dengan  Ali  RA,  beliau  berkeluarga  dengan  Hafshoh  dan  Zainab  RA,  meruntuhkan
berhala-berhala Arab seperti Lata, Manat dan  Suwa', meruntuhkan masjid adh Dhiror,
dll.
Qiyam Ramadhan (sholat tarawih)
Di antara kegiatan ibadah Rasulullah selama bulan Ramadhan ialah ibadah qiyam al
lail,  yang  belakangan  lebih  populer  disebut  sebagai  sholat  tarowih.  Hal  demikian  ini
beliau lakukan bersama dengan para sahabat beliau. Sekalipun karena kekhawatiran
bila akhirnya sholat tarawih (berjama'ah) itu menjadi diwajibkan oleh Allah, Rasulullah
kemudian meninggalkannya. (HR. Bukhori Muslim).
Dalam situasi itu riwayat yang shohih menyebutkan bahwa Rasulullah shalat tarowih
dalam 11 reka'at dengan bacaan-bacaan yang panjang (HR. Bukhori Muslim). Tetapi
ketika kekhawatiran tentang pewajiban sholat tarowih itu tidak ada lagi, kita dapatkan
riwayat-riwayat  lain,  juga  dari  Umar  ibn  al  Khothob  RA, yang  menyebutkan  jumlah
reka'at shalat tarowih adalah 21 atau 23 reka'at. (HR. Abdur Razaq dan al Baihaqi).
Mensikapi perbedaan reka'at ini bagus juga bila kita cermati pendapat dan kajian dari
Ibnu  hajar  al  Asqolani  asy  Syafi'i,  seorang  tokoh  yang  juga  dijuluki sebagai amirul
mu'minin  fi  hadits,  beliau  menyampaikan  bahwa: Beberapa  informasi  tentang  jumlah
reka'at tarowih itu menyiratkan ragam sholat sesuai dengan keadaan dan kemampuan
masing-masing, kadang ia mampu melaksanakan shalat dalam 11 reka'at, kadang 21
dan terkadang 23 reka'at pula. Hal demikian itu kembali juga semangat dan antusiasme
masing-masing. Dahulu mereka yang sholat dengan 11 reka'at itu dilakukan dengan
bacaan   yang   panjang   sehingga   mereka   bertelekan   diatas   tongkat   penyangga,
sementara mereka yang sholat dengan 21 atau 23 reka'at mereka membaca bacaan-
bacaan yang pendek (dengan tetap memperhatikan thoma'ninah sholat) sehingga tidak
menyulitkan.

I'tikaf.
Diantara  amaliyah  sunnah  yang  selalu  dilakukan  oleh  Rasulullah  SAw  dalam  bulan
Ramadhan  ialah  i'tikaf,  yakni  berdiam  diri  di  dalam  masjid  dengan  niat  beribadah
kepada Allah. Seperti dilaporkan oleh Abu Sa'id al Khudlri RA, hal demikiam ini pernah
beliau lakukan pada awal Ramadhan, pertengahan Ramadhan dan terutama pada 10
hari terakhir bulan Ramadhan. Ibadah yang demikian penting ini sering dianggap berat
sehingga ditinggalkan oleh orang-orang Islam, maka tidak aneh kalau Imam az Zuhri
berkomentar ; Aneh benar keadaan orang Islam, mereka meninggalkan ibadah i'tikaf,
padahal  Rasulullah  SAW  tak  pernah  meninggalkannya  semenjak  beliau  datang  ke
madinah sehingga wafatnya disana.

Lailat al Qodr
Selama bulan Ramadhan ini terdapat satu malam yang sangat berkah, yang populer
disebut sebagai lailat al Qodr, malam yang lebih berharga dari seribu  bulan (QS. Al
Qodr: 1-5). Rasululah tidak pernah melewatkan kesempatan untuk meraih lailat al qodr
terutama  pada  malam-malam  ganjil  pada  10  hari  terakhir  bulan  puasa  (HR.  Bukhori
Muslim).  Dalam  hal  ini  Rasulullah  menyampaikan  bahwa: "Barangsiapa  yang  sholat
pada malam lailatul qodr berdasarkan iman dan ihtisab, maka Allah akan mengampuni
dosa-dosanya yang telah lalu. " (Hr. Bukhori Muslim). Dalam keadaan ini Rasulullah
mengajarkan do'a sebagai berikut:

Umroh
Umroh  atau  haji  kecil  itu  bagus  juga  apabila  dilaksanakan  pada  bulan  Ramadhan,
sebab  nilainya  bisa  berlipat-lipat,  sebagaimana  pernah  disabdakan  oleh  Rasulullah
kepada seorang wanita dari anshor bernama Ummu Sinan: " Agar apabila datang bulan
Ramadhan   ia   melakukan   umroh,   karena   nilainya   setara   dengan   haji   bersama
Rasulullah SAW. (Hr. Bukhori Muslim)

Zakat Fitrah
Pada hari-hari terakhir bulan Ramadhan amaliyah yang disunnahkan oleh Rasulullah
SAW ialah membayarkan zakat fithr, suatu kewajiban yang harus dipenuhi oleh umat
Islam baik laik-laki maupun perempuan, baik dewasa maupun anak-anak (HR. Bukhori
Muslim). Zakat fithr ini juga berfungsi sebagai pelengkap penyucian untuk pelaku puasa
dan untuk membantu kaum fakir miskin. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah)
Ramadhan bulan taubat menuju fithroh
Selama sebulan penuh, secara berduyun-duyun umat kembali kepada Allah yang Maha
Pemurah juga Maha Pengampun. Dia Dzat yang menyampaikan bahwa pada setiap
malam bulan Ramadhan Allah membebaskan banyak hambaNya dari api nereka (HR.
Tirmidzi  dan  Ibnu  Majah).  Karenanya inilah satu kesempatan emas agar umat dapat
kembali,  bertaubat  agar  ketika  mereka  selesai  melaksanakan  ibadah  puasa  mereka
benar-benar  kembali  kepada  fithrohnya.  Khotimah  Demikianlah  sebagian  amaliyah
Ramadhan yang mudah dan bisa dilakukan oleh setiap muslim. Dan dengan demikian
Ramadhan  juga  menyiratkan  salah  satu  prinsip  dasar  Islam  tentang  moderasi  dan
integralitas ajarannya. Ramadhan memang bulan penuh kebaikan, sehingga Rasulullah
pernah  bersabda  ;  "Apabila  orang-orang  mengetahui  nilai  lebih  Ramadhan, mereka
akan  berharap  agar  semua  bulan  dijadikan  sebagai  bulan  Ramadhan".  (HR.  Ibnu
Huzaimah). Semoga Allah menerima amaliyah shiyam dan qiyam kita sekalian, amin.
5.  PANDUAN SHAUM RAMADHAN
Diriwayatkan dari Anas ra. ia berkata: Telah  bersabda  Rasulullah saw.:  Apabila ada
sesuatu dari urusan duniamu, maka kamu lebih tahu tentang hal itu. Jika ada urusan
dienmu, maka akulah tempat kembalinya (ikuti aku). (H.R Ahmad).

Dirwayatkan dari 'Aisyah ra: Rasulullah saw. telah bersabda: Barangsiapa melakukan
perbuatan  yang  bukan  perintah  kami,  maka  ia  tertolak  tidak  diterima).  Dan  dalam
riwayat lain: Barangsiapa yang mengada-adakan dalam perintah kami ini yang bukan
dari  padanya,  maka  ia  tertolak.  Sementara  dalam  riwayat  lain:  Barangsiapa  yang
berbuat sesuatu urusan yang lain daripada perintah kami, maka ia tertolak. (HR.Ahmad.
Bukhary dan Abu Dawud).
Kandungan  dua  hadits  shahih  di  atas  menerangkan  dengan  jelas  dan  tegas  bahwa
segala  perbuatan,  amalan-amalan  yang  hubungannya  dengan  dien/syari'at  terutama
dalam masalah ubudiyah wajib menurut panduan dan petunjuk yang telah digariskan
oleh Rasulullah saw. Tidak boleh ditambah dan/atau dikurangi meskipun menurut fikiran
seolah-olah lebih baik.
Di antara  cara  syaithan  menggoda  ummat  Islam  ialah  membisikkan  suatu tambahan
dalam urusan Dien. Sayangnya, perkara ini dianggap soal sepele, enteng dan remeh.
Padahal perbuatan seperti itu adalah merupakan suatu kerusakan yang amat fatal dan
berbahaya.

"Diriwayatkan  dari  Ibnu  Abbas  ra,  katanya:  Bahwa  sesungguhnya  Rasulullah saw.
berkhutbah   kepada   manusia   pada   waktu   haji   Wada'   .   Maka   beliau   bersabda:
Sesungguhnya  Syaithan  telah  berputus  asa  (dalam  berusaha)  agar  ia  disembah  di
bumimu ini. Tetapi ia ridha apabila (bisikannya) ditaati dalam hal selain itu; yakni suatu
amalan  yang  kamu  anggap  remeh  dari  amalan-amalan  kamu,  berhati-hatilah kamu
sekalian. Sesungguhnya aku telah meninggalkan untukmu , yang jika kamu berpegang
kepadanya  niscaya  kalian  tidak  akan  sesat  selama-lamanya.  Yaitu:  Kitab  Allah  dan
sunnah NabiNya. " (HR. Hakim).
Dengan demikian dapat difahami bagaimana Rasulullah saw. mengingatkan kita agar
selalu waspada terhadap provokasi setan untuk beramal dengan menyalahi tuntunan
Nabi sekalipun hal itu nampak remeh. "Diriwayatkan dari Ghudwahaif bin Al-Harits ra: ia
berkata: Telah bersabda Rasulullah saw.: Setiap suatu kaum mengadakan Bid'ah, pasti
saat  itu  diangkat  (dihilangkan)  sunnah  semisalnya.  Maka  berpegang  teguh  kepda
sunnah itu lebih baik daripada mengadakan bid'ah "(HR.Ahmad). Jadi, ketika amalan
bid'ah  ditimbulkan  betapapun  kecilnya,  maka  pada  saat  yang  sama  Sunnah  telah
dimusnahkan.  Pada  akhirnya  lama  kelamaan  yang  nampak  dalam  dien  ini  hanyalah
perkara bid'ah sedangkan yang Sunnah dan original telah tertutup. Pada saat itulah
ummat Islam akan menjadi lemah dan dikuasai musuh. Insya Allah tak lama lagi kita
akan  menyambut  kedatangan  Ramadhan,dalam  bulan  yang  penuh  berkat  ini  kita
diwajibkan  menjalankan  ibadah  Shaum  Ramadhan  sebulan  penuh  ,  yang  mana  hal
tersebut merupakan salah satu bagian dari rukun Islam.  Karenanya hal tersebut amat
penting.

Berkaitan dengan hal di atas, maka kita harus berusaha semaksimal mungkin untuk
dapat menunaikan ibadah Shaum ini sesempurna mungkin , benar-benar bebas dari
bid'ah  sesuai  dengan  panduan  yang  telah  digariskan  oleh  Rasulullah  saw.  Untuk
keperluan  itulah  dalam  risalah  yang  sederhana  ini  diterangkan  beberapa  hal  yang
berkaitan dengan amaliah shaum Ramadhan, zakat fithrah, dan Shalat 'Ied berdasarkan
Nash-nash yang Shariih (jelas).
Dalil - dalil dan kesimpulan dibuat agar mudah difahami antara hubungan amal dengan
dalilnya. Dan -tak ada gading yang tak retak- kata pepatah, sudah barang tentu risalah
ini sangat jauh dari sempurna, untuk menuju kesempurnaannya bantuan dari pemakai
amat  diharapkan.  Semoga  risalah  ini  diterima  oleh  Allah  sebagai  Amal  Shalih  yang
bermanfaat terutama di akhirat nanti.
1.   Diriwayatkan dari Umar bin Khaththab ra. telah bersabda Rasulullah saw: Apabila
malam  sudah  tiba  dari  arah  sini  dan  siang  telah  pergi  dari  arah  sini,  sedang
matahari  sudah  terbenam,  maka  orang  yang  shaum  boleh  berbuka.  (H.R:  Al-
Bukhary dan Muslim)
2.   Diriwayatkan  dari  Sahal  bin  Sa?ad:  Sesungguhnya  Nabi  saw  telah  bersabda:
Manusia   (ummat   Islam)   masih   dalam   keadaan   baik   selama   mentakjilkan
(menyegerakan) berbuka. (H.R: Al-Bukhary dan Muslim)
3.   Diriwayatakan  dari  Anas  ra.,  ia  berkata:  Rasulullah  saw  berbuka  denganmakan
beberapa ruthaab  (kurma basah)  sebelum  shalat,  kalau  tidak  ada  makadengan
kurma kering, kalau tidak ada maka dengan meneguk air beberapa teguk.(H.R: Abu
Daud dan Al-Hakiem)
4.   Diriwayatkan   dari   Salman   bin   Amir,   bahwa   sesungguhnya   Nabi   saw.   telah
bersabda: Apabila salah seorang diantara kamu shaum hendaklah berbuka dengan
kurma,  bila  tidak  ada  kurma  hendaklah  dengan  air,  sesungguhnya  airitu  bersih.
(H.R: Ahmad danAt-Tirmidzi)
5.   Diriwayatkan  dari  Ibnu  Umar:  Adalah  Nabi  saw.  selesai  berbuka  Beliau  berdo'a
(artinya) telah pergi rasa haus dan menjadi basah semua urat-urat dan pahala tetap
ada Insya Allah. (H.R: Ad-Daaruquthni dan Abu Daud hadits hasan)
6.   Diriwayatkan dari Anas, ia berkata: Telah bersabda Rasulullah saw:Apabila makan
malam telah disediakan, maka mulailah makan sebelum shalat Maghrib, janganlah
mendahulukan shalat daripada makan malam itu (yang sudah terhidang). (H.R: Al-
Bukhary dan Muslim)
7.   Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra: Sesungguhnya Rasulullah saw.telah bersabda:
Makan sahurlah kalian karena sesungguhnya makan sahur itu berkah.  (H.R:  Al-
Bukhary)
8.   Diriwayatkan dari Al-Miqdam bin Ma'di Yaqrib, dari Nabi saw.bersabda: Hendaklah
kamu  semua  makan  sahur,  karena  sahur  adalah  makanan  yang  penuh  berkah.
(H.R: An-Nasa'i)
9.   Diriwayatkan  dari  Zaid  bin  Tsabit  t  berkata: Kami  bersahur  bersama  Rasulullah
saw.  kemudian  kami  bangkit  untuk  menunaikan  shalat  (Shubuh).  Saya  berkata:
Berapa  saat  jarak  antara keduanya  (antara  waktu  sahur  danwaktu  Shubuh)?Ia
berkata: Selama orang membaca limapuluh ayat. (H.R:Al-Bukhary dan Muslim)
10.  Diriwayatkan dari Amru bin Maimun, ia berkata: Adalah para sahabat Muhammad
saw. adalah orang yang paling menyegerakan berbuka  dan melambatkan makan
sahur.(H.R: Al-Baihaqi)
11.  Telah bersabda Rasulullah saw: Apabila salah seorang diantara kamu  mendengar
adzan   dan   piring   masih   di   tangannya   janganlah   diletakkan   hendaklah   ia
menyelesaikan hajatnya (makan/ minum sahur) daripadanya. (H.R:Ahmad dan Abu
Daud dan Al-Hakiem)
12.  Diriwayatkan dari Abu Usamah ra. ia berkata: Shalat telah di'iqamahkan, sedang
segelas minuman masih di tangan Umar ra. beliau bertanya: Apakah ini boleh saya
minum wahai Rasulullah ? Beliau r. menjawab: ya, lalu ia meminumnya. (H.R Ibnu
Jarir)
13.  Diriwayatkan  dari  Ibnu  Abbas  ra.  ia  berkata:  Adalah  Rasulullah  saw.orang  yang
paling  dermawan  dan  beliau  lebih  dermawan  lagi  pada  bulan  Ramadhan  ketika
Jibril   menemuinya,   dan   Jibril   menemuinya   pada   setiap   malam   pada   bulan
Ramadhan untuk mentadaruskan beliau saw. al-qur'an dan benar-benar Rasulullah
saw.  lebih  dermawan  tentang  kebajikan(cepat  berbuat  kebaikan) daripada angin
yang dikirim.(HR Al-Bukhary)
14.  Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata: Adalah Rasulullah saw.menggalakkan
qiyamullail (shalat malam) di bulan Ramadhan tanpa memerintahkan secara wajib,
maka  beliau  bersabda:  Barang  siapa  yang  shalat  malam  di  bulan  Ramadhan
karena  beriman  dan  mengharapkan  pahala  dari  Allah,  maka  diampuni  baginya
dosanya yang telah lalu. (H.R: Jama'ah)
15.  Diriwayatkan dari Aisyah ra. Sesungguhnya Nabi saw. Apabila memasuki sepuluh
hari terakhir  (bulan Ramadhan)  beliau  benar-benar menghidupkan malam  (untuk
beribadah) dan membangunkan istrinya  (agar beribadah) dengan mengencangkan
ikatan sarungnya (tidak mengumpuli istrinya). (H.R:Al-Bukhary dan Muslim)
16.  Diriwayatkan dari Aisyah, ia berkata: Adalah Nabi saw. bersungguh-sungguh shalat
malam    pada    sepuluh    hari    terakhir    (di    bulan    Ramadhan)    tidak    seperti
kesungguhannya dalam bulan selainnya. (H.R: Muslim)
17.  Diriwayatkan   dari   Abu   salamah   din   Abdur   Rahman,   sesungguhnya   ia   telah
bertanya kepada Aisyah ra: Bagaimana shalat malamnya Rasulullah saw di bulan
Ramadhan? maka ia menjawab: Rasulullah saw tidak pernah shalat malam lebih
dari sebelas  raka'at  baik  di  bulan  Ramadhan  maupun  di  bulan  lainnya,  caranya:
Beliau shalat empat raka'at jangan tanya baik dan panjangnya, kemudian shalat
lagi  empat  raka'at  jangan  ditanya  baik  dan  panjangnya,  kemudian  shalat  tiga
raka?at. (H.R: Al-Bukhary,Muslim danlainnya)
18.  Diriwayatkan dari Aisyah ra. ia berkata: Adalah Rasulullah saw. Apabila bangun
shalat malam, beliau membuka dengan shalat dua raka'at yang ringan, kemudian
shalat delapan raka'at, kemudian shalat witir. (H.R: Muslim)
19.  Diriwayatkan dari Ibnu Umar ia berkata: Ada seorang laki-laki berdiri lalu ia berkata:
Wahai Rasulullah bagaimana cara shalat malam ? Maka Rasulullah r. menjawab:
Shalat  malam  itu  dua  raka'at  dua  raka'at.  Apabila  kamu  khawatir  masuk  shalat
Shubuh, maka berwitirlah satu raka'at. (H.R:Jama'ah)
20.  Dari  Aisyah  ra.  ia  berkata:  Sesungguhnya  Nabi  saw  shalat  di  masjid,  lalu  para
sahabat shalat sesuai dengan shalat beliau  (bermakmum di belakang), lalu beliau
shalat   pada   malam   kedua   dan   para   sahabat   bermakmum   dibelakangnya
bertambah banyak, kemudian pada malam yang ketiga atau yang keempat mereka
berkumpul,  maka  Rasulullah  saw  tidak  keluar  mengimami  mereka.  Setelah  pagi
hari  beliau  bersabda:  Saya  telah  tahu  apa  yang  kalian  perbuat,  tidak  ada  yang
menghalangi aku untuk keluar kepada kalian (untuk mengimami shalat) melainkan
aku  khawatir  shalat  malam  ini  difardhukan  atas  kalian.  Ini  terjadi  pada  bulan
Ramadhan. (H.R: Al-Bukhary dan Muslim)
21.  Dari  Ubay  bin  Ka'ab  t.  ia  berkata :  Adalah  Rasulullah  saw.  Shalat  witir  dengan
membaca:  Sabihisma  Rabbikal  A'la)dan  (Qul  ya  ayyuhal  kafirun)  dan  (Qulhu
wallahu ahad). (H.R: Ahmad, Abu Daud, Annasa'i dan Ibnu Majah)
22.  Diriwayatkan dari Hasan bin Ali t. ia berkata: Rasulullah saw. Telah mengajarkan
kepadaku beberapa kata yang aku baca dalam qunut witir:  artinya) Ya Allah berilah
aku  petunjuk  beserta  orang-orang  yang  telah  engkau  beri  petunjuk,  berilah  aku
kesehatan yang sempurna beserta orang yang telah engkau beri kesehatan yang
sempurna,  pimpinlah  aku  beserta  orang  yang  telah  Engkau  pimpin,  Berkatilah
untukku  apa  yang  telah  Engkau  berikan,  peliharalah  aku  dari  apa  yang  telah
Engkau  tentukan.  Maka  sesungguhnya  Engkaulah  yang  memutuskan  dan  tiada
yang dapat memutuskan atas Engkau, bahwa tidak akan hina siapa saja yang telah
Engkau pimpin dan tidak akan mulia siapa saja yang Engkau musuhi. Maha agung
Engkau  wahai  Rabb  kami  dan  Maha  Tinggi  Engkau. (H.R:  Ahmad,  Abu  Daud,
Annasa'i, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
23.  Dari Abu Hurairah ra. bahwa Nabi saw. bersabda: Barang siapa yang shalat malam
menepati lailatul qadar, maka diampuni dosanya yang telah lalu. (H.R: Jama'ah)
24.  Diriwayatkan  dari  Aisyah  ra.  Sesungguhnya  Rasulullah  saw.  Telah  bersabda:
berusahalah  untuk  mencari  lailatul  qadar  pada  sepuluh  malam  terakhir.    H.R:
Muslim)
25.  Diriwayatkan  dari  Ibnu  Umar  ra. ia berkata:  Dinampakkan dalam mimpi seorang
laki-laki bahwa lailatul qadar pada malam kedua puluh tujuh, maka Rasulullah saw.
bersabda: Sayapun bermimpi seperti mimpimu, (ditampakkan pada sepuluh malam
terakhir, maka carilah ia (lailatul qadar) pada malam-malam ganjil. (H.R: Muslim)
26.  Diriwayatkan dari Aisyah ra. ia berkata: Saya berkata kepada Rasulullah saw. Ya
Rasulullah, bagaimana pendapat tuan bila saya mengetahui lailatul qadar,apa yang
saya harus baca pada malam itu ? Beliau bersabda: Bacalah   artinya) Yaa Allah
sesungguhnya  Engkau  maha  pemberi  ampun,  Engkau  suka  kepada  keampunan
maka ampunilah daku. (H.R: At-Tirmidzi dan Ahmad)
27.  Diriwayatkan dari Aisyah ra. ia berkata: Adalah Rasulullah saw mengamalkan i'tikaf
pada sepuluh hari terakhir pada  bulan Ramadhan sampai beliau diwafatkan oleh
Allah Azza wa Jalla.(H.R: Al-Bukhary dan Muslim)
28.  Diriwayatkan  dari  Aisyah  ra.  ia  berkata:  Adalah  Rasulullah  saw.  Apabila  hendak
beri'tikaf,   beliau   shalat   shubuh   kemudian   memasuki   tempat   i'tikafnya..........
(H.R:Jama'ah kecuali At-Tirmidzi)
29.  Diriwayatkan dari Aisyah ra. ia berkata: Adalah Rasulullah saw. Apabila beri'tikaf ,
beliau  mendekatkan  kepalanya  kepadaku,  maka  aku  menyisirnya,  dan  adalah
beliau tidak masuk ke rumah kecuali karena untuk memenuhi hajat manusia (buang
air, mandi dll...) (H.R: Al-Bukhary dan Muslim)
30.  Allah ta'ala berfirman: (artinya) Janganlah kalian mencampuri ereka(istri-istri kalian)
sedang  kalian  dalam  keadaan  i'tikaf  dalam  masjid.  Itulah  batas-batas ketentuan
Allah, maka jangan di dekati... Al-Baqarah: 187)
31.  Diriwayatkan  dari  Abu  Hurairah  ra.  ia  berkata:  Telah  bersabda  Rasulullah  saw:
Setiap amal anak bani Adam adalah untuknya kecuali shaum, ia adalah untukku
dan  aku  yang  memberikan  pahala  dengannya.  Dan  sesungguhnya  shaum  itu
adalah benteng pertahanan, pada hari ketika kamu shaum janganlah berbuat keji ,
jangan  berteriak-teriak  (pertengkaran),  apabila  seorang  memakinya  sedang  ia
shaum maka hendaklah ia katakan: " sesungguhnya saya sedang shaum" . Demi
jiwa Muhammad yang ada di tanganNya sungguh bau busuknya mulut orang yang
sedang shaum itu lebih wangi disisi Allah pada hari kiamat daripada kasturi. Dan
bagi  orang  yang  shaum  ada  dua  kegembiraan,  apabila  ia  berbuka  ia  gembira
dengan  bukanya  dan  apabila  ia  berjumpa  dengan  Rabbnya  ia  gembira  karena
shaumnya.(H.R: Al-Bukhary dan Muslim)
32.  Diriwayatkan  dari  Abu  Hurairah  ia  berkata:  Sesungguhnya  Nabi  saw.  Telah
bersabda: Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan bohong dan amalan
kebohongan,  maka  tidak  ada  bagi  Allah  hajat  (untuk  menerima)  dalam  hal  ia
meninggalkan makan dan minumnya.  (H.R: Jama'ah Kecuali Muslim) Maksudnya
Allah tidak merasa perlu memberi pahala shaumnya.
33.  Bahwa sesungguhnya Nabi saw. bersabda kepada seorang wanita Anshar yang
sering  di  panggil  Ummu  Sinan:  Apa  yang  menghalangimu  untuk  melakukan  haji
bersama kami ? Ia menjawab: Keledai yang ada pada kami yang satu dipakai oleh
ayahnya si fulan  (suaminya) untuk berhaji bersama anaknya sedang yang lain di
pakai  untuk  memberi  minum  anak-anak kami. Nabipun bersabda lagi   Umrah di
bulan  Ramadhan  sama  dengan  mengerjakan  haji  atau  haji  bersamaku.
Muslim)
H.R:
34.  Rasulullah  sw.  bersabda:  Apabila  datang  bulan  Ramadhan  kerjakanlah  umrah
karena umrah di dalamnya (bulan Ramadhan) setingkat dengan haji. (H.R: Muslim)
Ayat  dan  hadits-hadits tersebut di atas memberi pelajaran kepada kita bahwa dalam
mengamalkan shaum Ramadhan kita perlu melaksanakan adab-adab sbb:
1.  Berbuka apabila sudah masuk waktu Maghrib. (dalil: 6)
Sunnah berbuka adalah sbb:
a.  Disegerakan  yakni  sebelum  melaksanakan  shalat  Maghrib  dengan  makanan
yang ringan seperti kurma, air saja, setelah itu baru melaksanakan shalat.  dalil:
2,3 dan 4)
b.  Tetapi apabila makan malam sudah dihidangkan, maka terus dimakan, jangan
shalat dahulu. (dalil: 6)
c.  Setelah berbuka berdo'a dengan do'a sbb: Artinya: Telah hilang rasa haus, dan
menjadi basah semua urat-urat dan pahala tetap wujud insya Allah. (dalil: 5)

2.  Makan sahur. (dalil: 7 dan 8)
Adab-adab sahur:
a.  Dilambatkan sampai akhir malam mendekati Shubuh. (dalil 9 dan 10)
b.  Apabila pada tengah makan atau minum sahur lalu mendengar adzan Shubuh,
maka sahur boleh diteruskan sampai selesai, tidak perlu dihentikan di tengah
sahur karena sudah masuk waktu Shubuh.  (dalil 11 dan 12) * Imsak tidak ada
sunnahnya dan tidak pernah diamalkan pada zaman sahabat maupun tabi'in.
3.  Lebih   bersifat   dermawan   (banyak   memberi,   banyak   bershadaqah,   banyak
menolong) dan banyak membaca al-qur'an (dalil: 13)
4.  Menegakkan  shalat  malam  /  shalat  Tarawih  dengan  berjama'ah.  Dan  shalat
Tarawih ini lebih digiatkan lagi pada sepuluh malam terakhir(20 hb. Sampai akhir
Ramadhan). (dalil: 14,15 dan 16)

Cara shalat Tarawih adalah:
a.  Dengan berjama'ah. (dalil: 19)
b.  Tidak lebih dari sebelas raka'at yakni salam tiap dua raka'at dikerjakan  empat
kali, atau salam tiap empat raka'at dikerjakan dua kali dan ditutup dengan witir
tiga raka'at. (dalil: 17)
c.  Dibuka dengan dua raka'at yang ringan. (dalil: 18)
d.  Bacaan dalam witir: Raka'at pertama: Sabihisma Rabbika. Roka't kedua:Qul yaa
ayyuhal kafirun. Raka'at ketiga: Qulhuwallahu ahad. (dalil: 21)
e.  Membaca do'a qunut dalam shalat witir. (dalil 22)

5.  Berusaha menepati lailatul qadar pada sepuluh malam terakhir, terutama pada
malam-malam  ganjil.  Bila  dirasakan  menepati  lailatul  qadar  hendaklah lebih giat
beribadah   dan   membaca:   Yaa   Allah   Engkaulah   pengampun,   suka   kepada
keampunan maka ampunilah aku.(dalil: 25 dan 26)
6.  Mengerjakan i'tikaf pada sepuluh malam terakhir. (dalil: 27) 7.
Cara i'tikaf:
a.  Setelah shalat Shubuh lalu masuk ke tempat i'tikaf di masjid. (dalil 28)
b.  Tidak keluar dari tempat i'tikaf kecuali ada keperluan yang mendesak.(dalil: 29)
a. Tidak mencampuri istri dimasa i'tikaf. (dalil: 30)
7.  Mengerjakan  umrah. (dalil: 33 dan 34)

8.  Menjauhi perkataan dan perbuatan keji dan menjauhi pertengkaran. (dalil: 31
dan 32)

FIQIH SHAUM
Cara Menetapkan Awal dan Akhir Bulan
1.  "Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra. beliau berkata: Manusia sama melihat Hilal (bulan
sabit), maka akupun mengabarkan hal itu kepada Rasululullah saw. Saya katakan:
sesungguhnya    saya    telah    melihat    Hilal.    Maka    beliau    saw.    shaum    dan
memerintahkan semua orang agar shaum."  (H.R Abu Dawud, Al-Hakim dan Ibnu
Hibban).(Hadits Shahih).
2.  "Diriwayatkan   dari   Abu   Hurairah   ra.   Bahwa   sesungguhnya   Nabi   saw.   telah
bersabda: Mulailah shaum karena melihat ru'yah dan berbukalah (akhirilah shaum
Ramadhan) dengan  melihat  ru'yah.  Apabila  awan  menutupi  pandanganmu,  maka
sempurnakanlah bulan Sya'ban selama Tiga Puluh hari. "(HR. Bukhary Muslim).
a.  Menetapkan awal dan akhir bulan Ramadhan dengan melihat ru'yah, meskipun
bersumber dari laporan seseorang, yag penting adil (dapat dipercaya).
b.  Jika  bulan  sabit  (Hilal)  tidak  terlihat  karena  tertutup  awan,  misalnya,  maka
bilangan bulan Sya'ban digenapkan menjadi Tiga Puluh hari. (dalil 1 dan 2).
c.  Pada dasarnya ru'yah y ang dilihat oleh penduduk di suatu negara, berlaku untuk
seluruh dunia. Hal ini akan berlaku jika Khilafah ' Ala Minhaajinnabiy sudah tegak
(dalil 2).
4.  Selama   khilafah   belum   tegak,   untuk   menghindarkan   meluasnya   perbedaan
pendapat ummat Islam tentang hal ini, sebaiknya ummat Islam mengikuti ru'yah yag
nampak di negeri masing-masing. (ini hanya pendapat sebagian ulama).

Rukun Shaum
1.  "... dan makan dan minumlah hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam,
yaitu fajar, kemudian sempurnakanlah shaum itu sampai alam...(AL-Baqarah: 187).
2.   "Adiy bin Hatim berkata: Ketika turun ayat ; artinya (...hingga jelas bagimu benang
putih dari benang hitam...), lalu aku mengambil seutas benang hitam dan seutas
benanag putih, lalu kedua utas benang itu akau simpan dibawah bantalku. Maka
pada waktu malam saya amati, tetapi tidak tampak jelas, maka saya pergi menemui
Rasulullah saw. dan saya ceritakan hal ini kepada beliau. Beliapun bersabda: Yang
dimaksud  adalah  gelapnya  malam  dan  terangnya  siang  (fajar).  "   (H.R.  Bukhary
Muslim).
3.  "Allah  Ta'ala  berfirman:  "  Dan  tidaklah  mereka  disuruh,  kecuali  untuk  beribadah
kepada Allah dengan mengikhlashkan ketaatan untukNya " Al-Bayyinah:5)
4.   "Rasulullah saw. bersabda: Sesungguhnya semua amal itu harus dengan niat, dan
setiap orang mendapat balasan sesuai dengan apa yang diniatkan." H.R Bukhary
dan Muslim).
5.  "Diriwayatkan  dari  Hafshah  ,  ia  berkata: Telah  bersabda  Nabi  saw.: Barangsiapa
yang tidak beniat (shaum Ramadhan) sejak malam, maka tidak ada shaum baginya
." (HR. Abu Dawud) Hadits Shahih.
Keterangan ayat dan hadit di atas memberi pelajaran kepada kita bahawa rukun
shaum Ramadhan adalah sebagai - berikut:
a.  Berniat sejak malam hari (dalil 3,4 dan 5).
b.  Menahan makan, minum koitus (Jima') dengan istri di siang hari sejak terbit fajar
sampai terbenam matahari (Maghrib), (dalil 1 dan 2).

Yang Diwajibkan Shaum Ramadhan
1.  "Wahai  orang-orang  yang  beriman  diwajibkan  atas  kamu  sekalian  untuk  shaum,
sebagaimana  yang  telah  diwajibkan  atas  orang-orang  sebelum  kamu  agar  kamu
sekalian bertaqwa. "(Al-Baqarah: 183)
2.   "Diriwayatkan dari Ali ra., ia berkata: Sesungguhnya nabi saw telah bersabda: telah
diangkat pena (kewajiban syar'i/ taklif) dari tiga golongan . - Dari orang gila sehingga
dia  sembuh  -  dari  orang  tidur  sehingga  bangun  -  dari  anak-anak  sampai  ia  ia
bermimpi / dewasa."(H.R.Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi).
Keterangan  di  atas  mengajarkan  kepada  kita  bahwa:  yang  diwajibkan  shaum
Ramadhan  adalah:  setiap  orang  beriman  baik  lelaki  maupun  wanita  yang  sudah
baligh/dewasa dan sehat akal /sadar.

Yang Dilarang Shaum
1.  "Diriwayatkan dari 'Aisyah ra. ia berkata: Disaat kami haidh di masa Rasulullah saw,
kami dilarang shaum dan diperintahkan mengqadhanya, dan kami tidak diperintah
mengqadha Shalat "(H.R Bukhary Muslim).
Keterangan di atas memberi pelajaran kepada kita bahwa wanita yang sedang haidh
dilarang shaum sampai habis masa haidhnya, lalu melanjutkan shaumnya. Di luar
Ramadhan ia wajib mengqadha shaum yag ditinggalkannya selama dalam haidh.

Yang Diberi Kelonggaran untuk Tidak Shaum Ramadhan
1.  "(Masa  yang  diwajibkan  kamu  shaum  itu  ialah)  bulan  Ramadhan  yang  padanya
diturunkan  Al-Qur'an,   menjadi   pertunjuk   bagi   sekalian   manusia,   dan   menjadi
keterangan-keterangan yang menjelaskan pertunjuk, dan (menjelaskan) antara yang
haq dengan yang bathil. Karenanya, siapa saja dari antara kamu yang menyaksikan
anak bulan Ramadhan (atau mengetahuinya), maka hendaklah ia shaum di bulan
itu;  dan  siapa  saja  yang  sakit  atau  dalam  musafir  maka  (bolehlah  ia  berbuka,
kemudian  wajiblah  ia  shaum)  sebanyak  hari  yang  ditinggalkan  itu  pada  hari-hari
yang lain. (Dengan ketetapan yang demikian itu) Allah menghendaki kamu beroleh
kemudahan,  dan  Ia  tidak  menghendaki  kamu  menanggung  kesukaran.  Dan  juga
supaya kamu cukupkan bilangan shaum (sebulan Ramadhan), dan supaya kamu
membesarkan Allah karena mendapat pertunjukNya, dan supaya kamu bersyukur."
(Al-Baqarah:185.)
2.   "Diriwayatkan dari Mu'adz , ia berkata: Sesungguhnya Allah swt telah mewajibkan
atas  nabi  untuk shaum, maka DIA turunkan ayat  (dalam  surat  AL-Baqarah:  183-
184), maka pada saat itu barangsiapa mau shaum dan barangsiapa mau memberi
makan seorang miskin, keduanya diterima. Kemudian Allah menurunkan ayat lain
(AL-Baqarah:  185), maka ditetapkanlah kewajiban shaum bagi setiap orang yang
mukim  dan  sehat  dan  diberi  rukhsah  keringanan)  untuk  orang  yang  sakit  dan
bermusafir  dan  ditetapkan  cukup  memberi  makan  orang  misikin  bagi  oran  yang
sudah sangat tua dan tidak mampu shaum. " (HR. Ahmad, Abu Dawud, AL-Baihaqi
dengan sanad shahih).
3.  "Diriwayatkan dari Hamzah Al-Islamy: Wahai Rasulullah, aku dapati bahwa diriku
kuat untuk shaum dalam safar, berdosakah saya ? Maka beliau bersabda: hal itu
adalah   merupakan   kemurahan   dari   Allah   Ta'ala,   maka   barangsiapa   yang
menggunakannya maka itu suatu kebaikan dan barangsiapa yang lebih suka untuk
terus shaum maka tidak ada dosa baginya " (H.R.Muslim)
4.  "Diriwayatkan   dari   Sa'id   Al-Khudry   ra.   ia   berkata:  Kami   bepergian   bersama
Rasulullah saw. ke Makkah, sedang kami dalam keadaan  shaum. Selanjutnya ia
berkata:   Kami   berhenti   di   suatu   tempat.   Maka   Rasulullah   saw.   bersabda:
Sesungguhnya kamu sekalian sudah berada ditempat yang dekat dengan musuh
kalian, dan berbuka lebih memberi kekuatan kepada kamu. Ini merupakan rukhsah,
maka diantara kami ada yang masih shaum dan ada juga yang berbuka. Kemudian
kami  berhenti  di  tempat  lain.  Maka  beliau  juga  bersabda:  Sesungguhnya  besoak
kamu  akan  bertemu  musuh,  berbuka  lebih  memberi  kekuatan  kepada  kamu
sekalian,maka  berbukalah.  Maka  ini  merupakan  kemestian,  kamipun  semuanya
berbuka. Selanjutnya bila kami bepergian beserta Rasulullah saw. kami shaum ."
(H.R Ahmad, Muslim dan Abu Dawud).
5.  "Diriwayatkan  dari  Sa'id  Al-Khudry  ra.  ia  berkata:  Pada  suatu  hari  kami  pergi
berperang  beserta  Rasulullah  saw.  di  bulan  Ramadhan.  Diantara  kami  ada  yang
shaum  dan  diantara  kami  ada  yang  berbuka  .  Yang  shaum  tidak  mencela  yang
berbuka ,dan yang berbuka tidak mencela yang shaum. Mereka berpendapat bahwa
siapa  yang  mendapati  dirinya  ada  kekuatan  lalu  shaum,  hal  itu  adalah baik dan
barangsiapa  yang  mendapati  dirinya  lemah  lalu  berbuka,maka  hal  ini  juga  baik  "
(HR. Ahmad dan Muslim)
6.  "Dari  Jabir  bin  Abdullah: Bahwa  sesungguhnya  Rasulullah  saw.  pergi  menuju  ke
Makkah pada waktu fathu Makkah, beliau shaum sampai ke Kurraa?il Ghamiim dan
semua manusia yang menyertai beliau juga shaum. Lalu dilaporkan kepada beliau
bahwa manusia yang menyertai beliau merasa berat , tetapi mereka tetap shaum
karena  mereka  melihat  apa  yang  tuan  amalkan  (shaum).  Maka  beliau  meminta
segelas air lalu diminumnya. Sedang manusia melihat beliau, lalu sebagian berbuka
dan sebagian lainnya tetap shaum. Kemudian sampai ke telinga beliau bahwa masih
ada  yang  nekad  untuk  shaum.  Maka  beliaupun  bersabda:  mereka  itu  adalah
durhaka. "(HR.Tirmidzy)
7.  "Ucapan Ibnu Abbas: wanita yang hamil dan wanita yang menyusui apabila khawatir
atas kesehatan anak-anak mereka, maka boleh tidak shaum dan cukup membayar
fidyah memberi makan orang miskin "(Riwayat Abu Dawud). Shahih
8.  "Diriwayatkan  dari  Nafi'  dari  Ibnu  Umar:  Bahwa  sesungguhnya  istrinya  bertanya
kepadanya (tentang shaum Ramadhan), sedang ia dalam keadaan hamil. Maka ia
menjawab:  Berbukalah  dan  berilah  makan  sehari  seorang  miskin  dan  tidak  usah
mengqadha shaum ." (Riwayat Baihaqi) Shahih.
9.  "Diriwayatkan  dari  Sa'id  bin  Abi  'Urwah  dari  Ibnu  Abbas  beliau  berkata: Apabila
seorang wanita hamil khawatir akan kesehatan dirinya dan wanita yang menyusui
khawatir  akan  kesehatan  anaknya  jika  shaum  Ramadhan.  Belberkata: Keduanya
boleh berbuka (tidak shaum)dan harus memberi makan sehari seorang miskin dan
tidak perlu mengqadha shaum" (HR.Ath-Thabari dengan sanad shahih di atas syarat
Muslim , kitab AL-irwa jilid IV hal 19).
10.KESIMPULAN: Pelajaran yang dapat diambil dari keterangan di atas adalah:
1)  Orang  Mu'min  yang  diberi  kelonggaran   diperbolehkan   untuk   tidak   shaum
Ramadhan, tetapi wajib mengqadha di bulan lain, mereka itu ialah:
a)  Orang sakit yang masih ada harapan sembuh.
b)  Orang yang bepergian(Musafir).
Musafir yang merasa kuat boleh meneruskan shaum dalam safarnya, tetapi
yang merasa lemah dan berat lebih baik berbuka, dan makruh memaksakan
diri untuk shaum.
2)  Orang Mu'min yang diberi kelonggaran diperbolehkan untuk tidak mengerjakan
shaum dan tidak wajib mengqadha, tetapi wajib fidyah (memberi makan sehari
seorang  miskin).  Mereka  adalah  orang  yang  tidak  lagi  mampu  mengerjakan
shaumkarena:
a). Umurnya sangat tua dan lemah.
b). Wanita yang menyusui dan khawatir akan kesehatan anaknya.
c). Karena mengandung dan khawatir akan kesehatan dirinya.
d). Sakit menahun yang tidak ada harapan sembuh.
e). Orang yang sehari-hari kerjanya berat yang tidak mungkin mampu dikerjakan
sambil shaum, dan tidak mendapat pekerjaan lain yang ringan.  (dalil 2,7,8, dan 9).

Hal-Hal yang Membatalkan Shaum

1.  "...dan makan dan minumlah hingga jelas bagimu benang putih dari benang hitam
(fajar), kemudian sempurnakanlah shaum itu sampai malam..." Al-Baqarah: 187).
2.  "Dari   Abu   Hurairah   ra.:   bahwa   sesungguhnya   nabi   saw.   telah   bersabda:
Barangsiapa yang terlupa, sedang dia dalam keadaan shaum, kemudian ia makan
atau   minum,   maka   hendaklah   ia   sempurnakan   shaumnya.   Hal   itu   karena
sesungguhnya  Allah  hendak  memberinya  karunia  makan  dan  minum  "  (Hadits
Shahih, riwayat Al-Jama'ah kecuali An-Nasai).
3.  Dari Abu Hurairah ra. bahwa sesungguhnya Nabi saw telah bersabda: Barang siapa
yang muntah dengan tidak sengaja, padahal ia sedang shaum  - maka tidak wajib
qadha  (shaumnya  tetap  sah),  sedang  barang  siapa  yang  berusaha  sehinggga
muntah dengan sengaja, maka hendaklah ia mengqadha  (shaumnya batal). (H.R:
Abu Daud dan At-Tirmidziy)
4.  Diriwayatkan dari Aisyah ra ia berkata: Disaat kami berhaidh (datang bulan) dimasa
Rasulullah saw. kami dilarang shaum dan diperintah untuk mengqadhanya dan kami
tidak diperintah untuk mengqadha shalat. (H.R: Al-Bukhary dan Muslim)
5.  Diriwayatkan dari Hafshah, ia berkata: Telah bersabda Nabi saw. Barang siapa yang
tidak  berniat  untuk  shaum  (Ramadhan)  sejak  malam,  maka  tidak  ada  shaum
baginya. (H.R: Abu Daud) hadits shahih.
6.  Telah  bersabda  Rasulullah  saw:  Bahwa  sesungguhnya  semua  amal  itu  harus
dengan niat ......... (H.R: Al-Bukhary dan Muslim)
7.  Diriwayatkan  dari  Abu  Hurairah  ra.  ia  berkata:  Sesungguhnya  seorang  laki-laki
berkata kepada Rasulullah saw: Ya Rasulullah saya terlanjur menyetubuhi istri saya
(di siang hari) padahal saya dalam keadaan shaum Ramadhan), maka Rasulullah
saw. bersabda: Punyakah kamu seorang budak untuk dimerdekakan ? Ia menjawab:
Tidak. Rasulullah saw bersabda: Mampukah kamu shaum dua bulan berturut-turut ?
Lelaki  itu  menjawab:  Tidak.  Beliau  bersabda  lagi:  Punyakah  kamu  persediaan
makanan untuk memberi makan enam puluh orang miskin ? Lelaki itu menjawab:
Tidak. Lalu beliau diam, maka ketika kami dalam keadaan semacam itu, Rasulullah
datang dengan membawa satu keranjang kurma, lalu bertanya: dimana orang yang
bertanya  tadi  ?  ambilah  kurma  ini  dan  shadaqahkan  dia.  Maka  orang  tersebut
bertanya: Apakah kepada orang yang lebih miskin dari padaku ya Rasulullah ? Demi
Allah  tidak  ada  diantara  sudut-sudutnya  (Madinah)  keluarga  yang  lebih  miskin
daripada  keluargaku.  Maka  Nabi  saw.  lalu  tertawa  sampai  terlihat  gigi  serinya
kemudian bersabda: Ambillah untuk memberi makan keluargamu.  (H.R: Al-Bukhary
dasn Muslim)
8.  KESIMPULAN
Ayat  dan  hadits-hadits  tersebut  di  atas  menerangkan  kepada  kita  bahwa  hal-hal
yang dapat membatalkan shaum (Ramadhan) ialah sbb:
a.  Sengaja makan dan minum di siang hari. Bila terlupa makan dan minum di siang
hari, maka tidak membatalkan shaum. (dalil: 2)
b.  Sengaja membikin muntah, bila muntah dengan tidak disengajakan, maka tidak
membatalkan shaum. (dalil: 3)
c.  Pada siang hari terdetik niat untuk berbuka. (dalil: 5 dan 6)
d.  Dengan  sengaja  menyetubuhi  istri  di  siang  hari  Ramadhan,  ini  disamping
shaumnya batal ia terkena hukum yang berupa: memerdekakan seorang hamba,
bila tidak mampu maka shaum dua bulan berturut-turut, dan bila tidak mampu,
maka memberi makan enam puluh orang miskin.(dalil: 7)
e.  Datang bulan di siang hari Ramadhan (sebelum waktu masuk aghrib).(dalil: 4)
Hal-Hal yang Boleh Dikerjakan Waktu Ibadah Shaum

1.  Diriwayatkan dari Aisyah ra Bahwa sesungguhnya Nabi saw. dalam keadaan junub
sampai  waktu  Shubuh  sedang  beliau  sedang  dalam  keadaan  shaum,  kemudian
mandi. (H.R: Al-Bukhary dan Muslim)
2.  Diriwayatkan dari Abi Bakar bin Abdurrahman, dari sebagian sahabat-sahabat Nabi
saw. ia berkata kepadanya: Dan sungguh telah saya lihat Rasulullah saw. menyiram
air di atas kepala beliau padahal beliau dalam keadaan shaum karena haus dan
karena udara panas. (H.R:Ahmad, Malik dan Abu Daud)
3.  Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. Bahwa sesungguhnya Nabi saw berbekam sedang
beliau dalam keadaan shaum. (H.R: Al-Bukhary) .
4.  Diriwayatkan dari Aisyah ra Adalah Rasulullah saw mencium (istrinya) sedang beliau
dalam keadaan shaum dan menggauli dan bercumbu rayu dengan istrinya  (tidak
sampai bersetubuh) sedang beliau dalam keadaan shaum, akan tetbeliau adalah
orang yang paling kuat menahan birahinya. (H.R: Al-Jama'ah kecuali Nasa'i) hadits
shahih.
5.  Diriwayatkan dari Abdullah bin Furuuj: Bahwa sesungguhnya ada seorang wanita
bertanya kepada Ummu Salamah ra. Wanita itu berkata: Sesungguhnya suami saya
mencium   saya   sedang   dia   dan   saya   dalam   keadaan   shaum,   bagaimana
pendapatmu  ?  Maka  ia  menjawab:  Adalah  Rasulullah  r  pernah  mencium  saya
sedang  beliau  dan  saya  dalam  keadaan  shaum.  (H.R:  Aththahawi  dan  Ahmad
dengan sanad yang baik dengan mengikut syarat Muslim).
6.  Diriwayatkan dari Luqaidh bin Shabrah: Sesungguhnya Nabi saw bersabda: Apabila
kamu  beristinsyaaq  (menghisap  air  ke  hidung)  keraskan  kecuali  kamu  dalam
keadaan shaum. (H.R: Ashhabus Sunan)
7.  Perkataan  ibnu  Abbas:  Tidak  mengapa  orang  yang  shaum  mencicipi  cuka  dan
sesuatu yang akan dibelinya (Ahmad dan Al-Bukhary).
8.  KESIMPULAN
Hadits-hadits tersebut di atas memberi pelajaran kepada kita bahwa hal-hal tersebut
di bawah ini bila diamalkan tidak membatalkan shaum:
a.  Menyiram air ke atas kepala pada siang hari karena haus ataupun udara panas,
demikian pula menyelam kedalam air pada siang hari.
b.  Menta'khirkan mandi junub setelah adzan Shubuh. (dalil: 1)
c.  Berbekam pada siang hari. (dalil: 3)
d.  Mencium,  menggauli,  mencumbu  istri  tetapi  tidak  sampai  bersetubuh  di  siang
hari.(dalil 4 dan 5)
e.  Beristinsyak (menghirup air kedalam hidung)terutama bila akan berwudhu, asal
tidak dikuatkan menghirupnya. (dalil: 6)
f.   Disuntik di siang hari
g.  Mencicipi makanan asal tidak ditelan.(dalil:7)
7.    FIQIH SHAUM BAGI MUSLIMAH

Muqoddimah

Dalam  surat  Al-Baqoroh:  183,  Allah  SWT  memerintahkan  umat  Islam  melaksanakan
shiyam,  untuk  mencapai  derajat  taqwa.  Perintah  ini  adalah  umum,  baik  untuk  pria
maupun  wanita.  Tetapi  dalam  perincian  pelaksanaan  shiyam,  ada  beberapa  hukum
khusus bagi wanita. Hal ini terjadi karena perbedaan fithrah yang ada pada wanita yang
tidak dimiliki oleh pria. Dalam kajian ini- insya Allah- akan dibahas hukum-hukum yang
berkaitan dengan wanita secara khusus.

Panduan Umum

1.  Wanita sebagaimana pria disyari'atkan memanfaatkan bulan suci ini untuk hal-hal
yang   bermanfaat,   dan   memperbanyak   menggunakan   waktu   untuk   beribadah.
Seperti   memperbanyak   bacaan   Al-Qur'an,   dzikir,   do'a,   shodaqoh   dan   lain
sebagainya, karena pada bulan ini amal sholeh dilipatgandakan pahalanya.
2.  Mengajarkan kepada anak-anaknya akan nilai bulan Ramadhan bagi umat Islam,
dan membiasakan mereka berpuasa secara bertahap (tadarruj), serta menerangkan
hukum-hukum  puasa  yang  bisa  mereka  cerna  sesuai  dengan  tingkat  kefahaman
yang mereka miliki.
3.   Tidak  mengabiskan  waktu  hanya  di  dapur,  dengan  membuat  berbagai  variasi
makanan untuk berbuka. Memang wanita perlu menyiapkan makanan, tetapi jangan
sampai hal itu menguras seluruh waktunya, karena ia juga dituntut untuk mengisi
waktunya dengan beribadah dan bertaqorrub kepada Allah.
4.   Melaksanakan  shalat  pada  waktunya  (awal  waktu)  III.  Hukum  Berpuasa  bagi
Muslimah  Berdasarkan  umumnya  firman  Allah  SWT  (QS.  Al-Baqoroh: 183) serta
hadits Rasulullah SAW (HR.Bukhori & Muslim), maka para ulama' ber-ijma' bahwa
hukum puasa bagi muslimah adalah wajib, apabila memenuhi syarat-syarat; antara
lain:  Islam,  akil  baligh,  muqim,  dan  tidak  ada  hal-hal  yang  menghalangi  untuk
berpuasa.

Wanita Shalat Tarawih, I'tikaf dan Lailat al Qodr
Wanita  diperbolehkan  untuk  melaksanakan  shalat  tarawih  di  masjid  jika  aman  dari
fitnah.
Rasulullah SAW bersabda:

"Janganlah  kalian  melarang  wanita  untuk  mengunjungi  masjid-masjid  Allah"  (HR.
Bukhori).
Perilaku  ini  juga  dalakukan  oleh  para  salafush  shaleh.  Namun  demikian,  wanita
diharuskan untuk berhijab (memakai busana muslimah), tidak mengeraskan suaranya,
tidak menampakkan perhiasan- perhiasannya, tidak memakai angi-wangian, dan keluar
dengan izin (ridlo) suami atau orang tua. Shof wanita berada dibelakang shof pria, dan
sebaik-baik shof wanita adalah shof yang di belakang (HR. Muslim).
Tetapi  jika  ia  ke  masjid  hanya  untuk  shalat,  tidak  untuk  yang  lainnya,  seperti
mendengarkan  pengajian,  mendengarkan  bacaan  Al-Qur'an (yang dialunkan dengan
baik),  maka  shalat  di  rumahnya  adalah  lebih  afdlol.  Wanita  juga  diperbolehkan
melakukan  i'tikaf  baik  di  masjid  rumahnya  maupun  di  masjid  yang  lain  bila  tidak
menimbulkan fitnah, dan dengan mendapatkan izin suami, dan sebaiknya masjid yang
dipakai  i'tikaf  menempel  atau  sangat  berdekatan  dengan  rumahnya  serta  terdapat
fasilitas khusus bagi wanita. Disamping itu wanita juga di perbolehkan menggapai 'lailat
al qodr', sebagaimana hal tersebut dicontohkan Rasulullah SAW dengan sebagian isteri
beliau. (Lebih lanjut lihat panduan tentang i'tikaf dan lailat al qodr).

Wanita Haidh dan Nifas
Shiyam dalam kondisi ini hukumnya haram.
Apabila haid atau nifas keluar meski sesaat sebelum maghrib, ia wajib membatalkan
puasanya dan mengqodo'nya (mengganti) pada waktu yang lain.
Apabila ia suci pada siang hari, maka untuk hari itu ia tidak boleh berpuasa, sebab pada
pagi harinya ia tidak dalam keadaan suci.
Apabila  ia  suci  pada  malam  hari  Ramadhan  meskipun  sesaat  sebelum  fajar,  maka
puasa pada hari itu wajib atasnya, walaupun ia mandi setelah terbit fajar.

Wanita Hamil dan Menyusui
•   Jika wanita hamil itu takut akan keselamatan kandungannya, ia boleh berbuka.
•   Apabila kekhawatiran ini terbukti dengan pemeriksaan secara medis dari dua dokter
yang  terpercaya,  berbuka  untuk  ibu  ini  hukumnya  wajib,  demi  keselamatan  janin
yang ada dikandungannya.
•   Apabila ibu hamil atau menyusui khawatir akan kesehatan dirinya, bukan kesehatan
anak  atau  janin,  mayoritas  ulama'  membolehkan  ia  berbuka,  dan  ia  hanya  wajib
mengqodo' (mengganti) puasanya. Dalam keadaan ini ia laksana orang sakit.
•   Apabila  ibu  hamil  atau  menyusui  khawatir  akan  keselamatan  janin  atau  anaknya
(setelah  para  ulama'  sepakat  bahwa  sang  ibu  boleh  berbuka),  mereka  berbeda
pendapat  dalam  hal:  Apakah  ia  hanya  wajib  mengqodo'  ?  atau  hanya  wajib
membayar fidyah (memberi makan orang miskin setiap hari sejumlah hari yang ia
tinggalkan) ? atau kedua-duanya qodho' dan fidyah (memberi makan):
•   Ibnu  Umar  dan  Ibnu  Abbas  membolehkan  hanya  dengan  memberi  makan  orang
miskin setiap hari sejumlah hari yang ditinggalkan.
•   Mayoritas ulama' mewajibkan hanya mengqodho'.
•   Sebagian yang lain mewajibkan kedua-duanya; qodho' dan fidyah.
•   DR. Yusuf Qordhowi dalam Fatawa Mu'ashiroh mengatakan bahwa ia cenderung
kepada  pendapat  yang  mengatakan  cukup  untuk  membanyar  fidyah  (memberi
makan   orang   setiap   hari),   bagi   wanita   yang   tidak   henti-hentinya   hamil   dan
menyusui.  Tahun  ini  hamil,  tahun  berikutnya  menyusui,  kemudian  hamil  dan
menyusui,  dan  seterusnya,  sehingga  ia  tidak  mendapatkan  kesempatan  untuk
mengqodho'  puasanya.  Lanjut  DR.  Yusuf  al-Qordlowi;  apabila  kita  membebani
dengan  mengqodho'  puasa  yang  tertinggal,  berarti  ia  harus  berbuasa  beberapa
tahun  berturut-turut  sertelah  itu,  dan  itu  sangat  memberatkan  ,  sedangkan  Allah
tidak menghendaki kesulitan bagi hambaNya.

Wanita yang Berusia Lanjut
Apabila  puasa  membuatnya  sakit,  maka  dalam  kondisi  ini  ia  boleh  tidak  berpuasa.
Secara   umum,   orang   yang   sudah   berusia   lanjut   tidak   bisa   diharapkan   untuk
melaksanakan (mengqodho') puasa pada tahun-tahun berikutnya, karena itu ia hanya
wajib membayar fidyah (memberi makan orang miskin).

Wanita dan Tablet Pengentas Haidh
Syekh Ibnu Utsaimin menfatwakan bahwa penggunaan obat tersebut tidak dianjurkan.
Bahkan bisa berakibat tidak baik bagi kesehatan wanita. Karena haid adalah hal yang
telah ditakdirkan bagi wanita, dan kaum wanita di masa Rasulullah SAW tidak pernah
membebani  diri  mereka  untuk  melakukan  hal  tersebut.  Namun  apabila  ada  yang
melakukan, bagaimana hukumnya ?. Jawabnya:  - Apabila darah benar-benar terhenti,
puasanya  sah  dan  tidak  diperintahkan  untuk  mengulang.  -  Tetapi  apabila  ia  ragu,
apakah darah benar-benar berhenti atau tidak,maka hukumnya seperti wanita haid, ia
tidak boleh melakukan puasa.  (Masa'il  ash  Shiyam  h.  63  &  Jami'u  Ahkam  an  Nisa'
2/393)

Mencicipi Masakan
Wanita yang bekerja di dapur mungkin khawatir akan masakan yang diolahnya pada
bulan puasa, karena ia tidak dapat merasakan apakah masakan tersebut keasinan atau
tidak atau yang lain-lainnya. Maka bolehkah ia mencicipi masakannya ?. Para ulama'
memfatwakan tidak mengapa wanita mencicipi rasa masakannya, asal sekedarnya dan
tidak sampai di tenggorokan, dalam hal ini diqiyaskan dengan berkumur. (Jami'u Ahkam
an Nisa').

Khotimah
Demikian panduan ringkas ini, semoga para wanita muslimah dapat memaksimalkan
diri beribadah selama bulan Ramadhan tahun ini, untukmeraih nilai taqwa.

8.     PANDUAN SHALAT DAN SHAUM DALAM BEPERGIAN

Hukum-hukum  yang  berkaitan  dengan  safar  (perjalanan)  ialah  mengkoshor  shalat,
menjama'  shalat,  menyapu  sepatu  saat  wadhu'  selama  tiga  hari,  berbuka  di  bulan
Ramadhan,  boleh  tidak  shalat  jam'at  dan  sunnat  'ied,  shalat  di  atas  kendaraan  dan
tayammum.  Dalam  kesempatan  ini  -  insya  Allah  -  akan  dikemukakan  lebih  lanjut
tentang ketentuan shalat dan shaum dalam safar, yang sekaligus menegaskan bahwa
bahkan dalam keadaan safar (bepergian) pun  Islam memberikan panduan agar umat
selalu selamat dan sejahtera.
Shalatdalam Safar

Berkenaan  dengan  shalat,  illah  (sebab)  adanya  perjalanan  membolehkan  hal-hal
berikut:

1.  Mengqoshor (memendekkan) shalat:
a   Pada  dasarnya  qoshor  merupakan  keringanan  (rukhshoh)  bagi  orang  yang
bepergian   (musafir),   jika   bukan   untuk   tujuan   maksiat.   Manyoritas   ulama'
berkesimupulan   bahwa   qoshor   adalah   afdhol.   Sebagaimana   sunnah   dan
kebiasaan Rasulullah SAW kemudian para shahabat beliau. Diriwayatkan oleh
Imam Bukhori dan Muslim dari Ibnu Umar Rasulullah SAW katanya: " Aku sering
menyertai Rasulullah SAW dan beliau menunaikan shalat yang asalnya empat
rekaat  menjadi  dua  rekaat,  demikian  pula  Abu  Bakar,  Umar  dan  Ustman
Rasulullah SAW.
b.  Jarak perjalanan yang membolehkan qoshor adalah yang menurut ukuran urf di
zamannya dan dikatagorikan safar atau bepergiaan/ melakukan perjalanan.
c.  Persyaratan teknis melaksanakan qoshor, dikemukakan fuqoha' sebagai berikut:
1)  Bukan safar untuk maksiat, menurut mayoritas ulama'.
2)  Mempunyai tujuan tempat tertentu dalam jarak qoshor
3)  Telah keluar rumah dan wilayah dimana ia tinggal
4)  Tidak berniat untuk tinggal menetap di tempat ia mengqoshor
5)  Tidak menjadi makmun bagi imam yang tidak mengqoshor
6)  Niat qoshor saat takbirotul ikhrom .

2.  Menjama' (mengumpulkan) shalat
Menjama' shalat dhuhur dengan ashar atau naghrib dengan isya' dibolehkan dalam
safar,  baik  dengan  jama'  taqdim  (didahulukan)  maupun  jama'  ta'khir  (diakhirkan).
Asal sudah berniat untuk safar boleh menjama' taqdim menjelang keberangkatan
tanpa keluar rumah terlebih dahulu. Sedang untuk jama' ta'khir diharuskan berniat
sejak  tibanya  waktu  shalat  pertama.  Sesudah  adzan  untuk  tiap  shalat  dilakukan
iqomah  (qomat)  masing-masing.  Dan  antara  kedua  shalat  yang  dijama'  tidak
diselingi dengan shalat sunnat.

3.  Menjama' dan mengqoshor shalat
Selain  kedua  hal  diatas  dan  disebabkan  oleh  alasan-alasan  yang  sama,  syari'at
Islam juga membolehkan adanya jama' dan qoshor sekaligus, baik secara taqdim
maupun ta'khir, yaitu dengan menjama' qoshor antara shalat dhuhur dengan ashar,
masing-masing  dua  reka'at  dan  menjama'  qoshor  antara  shalat  maghrib  (tetap  3
reka'at) dengan isya' dua rekaat.
4.  Shalat di atas kendaraan
Jika tiba waktu shalat sedang di atas kendaraan dan tidak memungkinkan untuk
berhenti  dulu,  maka  boleh  menunaikan  shalat  di  atas  kendaraan  dengan  tetap
menghadap qiblat, minimal saat takbirotul ikhrom jika untuk sampai selesai shalat
tidak memungkinkan. Dan jika sejak awal sudah tidak memungkinkan menghadap
qiblat,  boleh  menunaikannya  sesuai  dengan  arah  kendaraan.  Dan  boleh  sambil
duduk jika tidak memungkinkan melaksanakannya sambil berdiri. Diriwayatkan dari
Maemun bin Mahron dari Ibnu Umar RA.katanya: " Aku bertanya kepada Rasulullah
SAW bagaimana caranya shalat di atas kapal laut? jawab beliau: "Shalatlah berdiri
kecuali jika dikhawatirkan akan tenggelam  (karena oleng). Riwayat ad Daraquthni
menurut  syarat  Bukhori  dan  Muslim.Asy  Syaukani  berkomentar:  Diqiyaskan  atas
khawatir   tenggelam,   adanya   udzur   atau   kesulitan   lainnya   termasuk   kesulitan
menghadap ke arah qiblat.

Shaum dalam Safar
1.  Safar (bepergian) termasuk kondisi yang membolehkan ifthor atau berbuka, artinya
boleh tidak menunaikan shaum meski hukumnya wajib, seperti shaum Ramadhan,
shaum  nadzar,  dan  kafarot.  Sekalipun  tetap  ada  ketentuan  untuk  mengganti
(mengqodho') di waktu lain. Dalil syar'i yang mengaturnya; Al-Qur'an suarat Allah
SWT  Baqoroh:  185:  "...  Maka  barangsiapa  yang  sakit  atau  dalam  safar,  (jika
berbuka)   maka   hendaklah   menggantinya   pada   hari-hari    yang    lain.    Allah
menghendaki kemudahan bagi kamu sekalian dan tidak menghendaki kesulitan... ".
2.  Ukuran safar yang populer dikalangan ulama' adalah pada jarak perjalanan yang
boleh  mengqoshor  shalat.  Dan  jika  memperhatikan  isyarat  ayat,  bahwa  "  Allah
menghendaki  kemudahan  bagi  kamu  sekalian  dan  tidak menghendaki kesulitan",
dapat difahami bahwa keringan (rukhshoh) dibolehkannya berbuka saat safar agar
tidak terjadi kondisi yang menyulitkan  (al usr) atau memberatkan (al masyaqqoh).
Sebagaimana yang difahami oleh ulama Hanafiyah, Malikiyah dan Syafi'iyah.
3.  Dengan  mempertimbangkan  (mura'at)  terjadi  tidaknya  masyaqqoh,  maka  shaum
dalam safar dapat dibedakan sebagai berikut:
a.  Shaum   lebih   utama   (afdhol)   dari   pada   berbuka:
Bagi   orang   yang   kuat
menjalaninya  tanpa  suatu  masyaqqoh.  Demikian  pendapat  jumhurul  ulama'
sesuai dengan taujih ayat: " .... Dan bahwa kamu sekalian melaksanakan shaum
adalah lebih baik jika kamu sekalian mengetahui nilai keutamaannya" (QS:2:184)
Shaum lebih baik walaupun terasa sedikit berat, jika untuk mengqodho'nya akan
terasa berat. Demikian difatwakan oleh Umar bin Abdul Aziz.
Shaum lebih utama bagi yang sudah biasa dan rutin bepergian relatif jauh tanpa
merasakan  adanya  rasa  berat  (masyaqqoh).  Dalam  soal  masyaqqoh,  kecuali
fisik  yang  harus  dipertimbangkan,  tapi  kondisi  ruhiyah  atau  kejiwaan  lebih
menentukan.  Adalah  para  shahabat  Rasulullah  SAW  biasa  tetap  menjalani
shaum walaupun dalam keadaan perang, tanpa merasakan adanya masyaqqoh
yang berarti.
b.  Berbuka lebih baik:
Bagi  orang  yang  kuat  shaum  tapi  dikhawatirkan  terganggu  dengan  rasa  ujub
(bangga) atau riya'. Sebagaimana difatwakan oleh Ibnu Umar RA. Imam Bukhori
meriwayatkan hadits dari shahabat Anas RA bahwa Rasulullah SAW bersabda
kepada  mereka  yang  berbuka  ketika  melayani  mereka  yang  shaum:  "  Orang-
orang yang berbuka hari ini meraih pahala".
Demikian  pula  berbuka  lebih  baik  bagi  orang  yang  belum  pernah  mengambil
rukhshoh  (keringanan  ini).  Sebagaimana  kesimpulan  Asy  Syaukani  tentang
hadits riwayat Muslim dan an Nasa'i bahwa shahabat Hamzah bin Amr as Aslami
berkata kepada Rasulullah SAW: ya Rasulullah saya kuat menjalankan shaum
dalam safar bolehkah saya lakukan ? jawab beliau: " Ini merupakan rukhshoh
dari  Allah  ta'ala,  siapa  yang  mengambilnya  adalah  baik  dan  siapa  yang  ingin
shaum tidak apa-apa".
Berbuka adalah afdhol bahkan shaum menjadi makruh, bagi yang memaksakan
shaum  diperjalanan  yang  terdapat  masyaqqoh.  Dalam  kontek  ini  Rasulullah
SAW bersabda tentang musafir yang tetap shaum dalam kepayahan sehingga
dikerumuni dan diteduhi orang banyak: " Tidak merupakan kebaikan (al birr) as
shaum dalam safar ". Demikian Imam Bukhori menyimpulkan.
Bebrbuka dalam safar lebih baik jika akan lebih kuat untuk mengadapi musuh
dalam jihad.
Bahkan berbuka menjadi wajib hukumnya apabila panglima jihad memerintahkan
untuk berbuka demi kepentingan jihad

Dalam kajian fiqhiyah, ulama' menyim-pulkan sejumlah persyaratan untuk mengambil
rukhshoh ifthor (berbuka) dalam safar. Yaitu:
a.  Merupakan perjalanan yang halal atau mubah, bukan safar untuk tujuan maksiat
b.  Perjalanan relatif jauh menurut ukuran zamannya
c.  Tidak memulai perjalanan dalam keadaan shaum agar tidak sampai membatalkan
amal ibadah yang sudah dimulai.
Bukan merupakan perjalanan yang biasa dan rutin (seperti perjalanan supir) kecuali jika
terjadi masyaqqoh. Para ulama' cenderung bahwa untuk pengamalan sendiri memilih
yang afdhol dan yang ahwath (lebih berhati-hati) dari pilihan yang ada. Wallahu ta'ala
'alam.

PANDUAN MENGGAPAI LAILATUL QODAR
Muqadimah
Sesudah  disyariatkannya  ibadah  shaum,  dan  agar  umat  Islam  dapat  merealisasikan
nilai taqwa, Allah SWT melengkapi nikmat-Nya dengan memberikan adanya "Lailat al
qodr". Allah berfirman:
"Sesungguhnya Kami telah menurunkan Al-Qur'an pada "Lailat al qodr". Tahukah kalian
apakah " Lailat al qodr" ?. Itulah malam yang lebih utama dari pada seribu bulan" (QS.
AlQodr: 1-3)

Keutamaan Lailat al Qodr
Ayat  yang  dikutip  di  atas  jelas  menunjukkan  nilai  utama  dari  "  Lailat  al  qodr".
Mengomentari  ayat  di  atas  Anas  bin  Malik  ra  menyebutkan  bahwa  yang  dimaksud
dengan keutamaan disitu adalah bahwa amal ibadah seperti shalat, tilawah al-Qur'an,
dan dzikir serta amal sosial (seperti shodaqoh dana zakat), yang dilakukan pada malam
itu lebih baik dibandingkan amal serupa selama seribu bulan (tentu di luar malam lailat
al  qodr  sendiri).  Dalam  riwayat  lain  Anas  bin  Malik  juga  menyampaikan  keterangan
Rasulullah SAW bahwa sesungguhnya Allah mengkaruniakan " Lailat al qodr" untuk
umatku, dan tidak memberikannya kepada umat-umat sebelumnya.
Sementara   berkenaan   dengan   ayat   4   surat   al   qodr,   Abdullah   bin   Abbas   ra
menyampaikan  sabda  Rasulullah  bahwa  pada  saat  terjadinya  lailat  al  qodr,  para
malaikat  turun  kebumi  menghampiri  hamba-hamba  Allah  yang  sedang  qiyam  al  lail,
atau  melakukan  dzikir,  para  malaikat  mengucapkan  salam  kepada  mereka.  Pada
malam itu pintu-pintu langit dibuka, dan Allah menerima taubat dari para hambaNya
yang bertaubat. Dalam riwayat Abu Hurairah ra, seperti dilaporkan oleh Bukhori, Muslim
dan al Baihaqi, Rasulullah SAW juga pernah menyampaikan , "barangsiapa melakukan
qiyam (shalat malam) pada lailat al qodr, atas dasar iman serta semata-mata mencari
keridloan Allah, maka Allah akan mengampuni dosa-dosa yang pernah dilakukannya".
Demikian  banyaknya  keutamaan  lailat  al  qodr,  sehingga  Ibnu  Abi  Syaibah  pernah
menyampaikan ungkapan al Hasan al Bashri, katanya: " Saya tidak pernah tahu adanya
hari atau malam yang lebih utama dari malam yang lainnya, kecuali ' Lailat al qodr',
karena lailat al qodr lebih utama dari (amalan) seribu bulan".

Hukum "Menggapai" Lailat al Qodr.
Memperhatikan  pada  arahan  (taujih)  Rasulullah  SAW,  serta  contoh  yang  beliau
tampilkan dalam upaya "menggapai" lailat al qodr, dalam hal ini misalnya Umar pernah
menyampaikan   sabda   Rasulullah   SAW:   "   Barangsiapa   mencari   lailat   al   qodr,
hendaknya ia mencarinya pada malam kedua puluh tujuh" (HR. Ahmad). Maka para
ulama' berkesimpulan bahwa berupaya menggapai lailat al qodr hukumnya sunnah. IV.
Kapankah  terjadinya  Lailat  al  Qodr  Sesuai  dengan  firman  Allah  pada  awal  surat  Al
Qodr, serta pada ayat 185 surat Al Baqoroh, dan hadits Rasulullah SAW. Maka para
ulama' bersepakat bahwa " Lailat al qodr" terjadi pada malam bulan Ramadhan. Bahkan
seperti  diriwayatkan  oleh  Ibnu  Umar,  Abu  Dzar,  dan  Abu  Hurairah,  lailat  al  qodr
bukannya   sekali   terjadi   pada   masa   Rasulullah   SAW   saja,   malainkan   ia   terus
berlangsung pada setiap bulan Ramadhan untuk mashlahat umat Muhammad, sampai
terjadinya  hari  qiyamat.  Adapun  tentang  penentuan  kapan  persis  terjadinya  lailat  al
qodr,   para   ulama   berbeda   pendapat   disebabkan   beragamnya   informasi   hadits
Rasulullah, serta pemahaman para shahabat tentang hal tersebut.

Sebagaimana tersebut di bawah ini:
1.  Lailat al qodr terjadi pada malam 17 Ramadhan, malam diturunkannya Al Qur'an.
Hal ini disampaikan oleh Zaid bin Arqom, dan Abdullah bin Zubair ra. (HR. Ibnu Abi
Syaibah, Baihaqi dan Bukhori dalam tarikh).
2.  Lailat  al  qodr  terjadi  pada  malam-malam  ganjil  disepuluh  hari  terakhir  bulan
Ramadhan. Diriwayatkan oleh Aisyah dari sabda Rasululah SAW: "Carilah lailat al
qodr  pada  malam-malam  ganjil  disepuluh  hari  terakhir  bulan  Ramadhan"  (HR.
Bukhori, Muslim dan Baihaqi)
3.  Lailat al qodr terjadi pada malam tanggal 21 Ramadhan, berdasarkan hadits riwayat
Abi Said al Khudri yang dilaporkan oleh Bukhori dan Muslim.
4.  Lailat al qodr terjadi pada malam tanggal 23 bulan Ramadhan, berdasarkan hadits
riwayat Abdullah bin Unais al Juhany, seperti dilaporkan oleh Bukhori dan Muslim.
5.  Lailat al qodr terjadi pada malam tanggal 27 bulan Ramadhan, berdasarkan hadits
riwayat Ibnu Umar, seperti dikutip oleh Ahmad. Dan seperti diriwayatkan oleh Ibnu
Abi  Syaibah,  bahwa  Umar  bin  al  Khoththob,  Hudzaifah  serta  sekumpulan  besar
shahabat,  yakin  bahwa  lailat  al  qodr  terjadi  pada  malam  27  bulan  Ramadhan.
Rasulullah SAW seperti diriwayatkan oleh Ibnu Abbas, juga pernah menyampaikan
kepada  shahabat  yang  telah  tua  dan  lemah  tak  mampu  qiyam  berlama-lama dan
meminta   nasehat   kepada   beliau   kapan   ia   bisa   mendapatkan   lailat   al   qodr,
Rasulullah SAW kemudian menasehati agar ia mencarinya pada malam ke 27 bulan
Ramadhan (HR. Thabroni dan Baihaqi).
6.  Seperti  difahami  dari  riwayat  Ibnu  Umar  dan  Abi  Bakrah  yang  dilaporkan  oleh
Bukhori  dan  Muslim,  terjadinya  lailat  al  qodr  mungkin  berpindah-pindah  pada
malam-malam  ganjil  sepanjang  sepuluh  hari  terakhir  bulan  Ramadhan.  Sesuai
dengan informasi terakhir ini, dan karena langka dan pentingnya lailat al qodr, maka
selayaknya   setiap   muslim   berupaya   selalu   mendapatkan   lailat   al   qodr   pada
sepanjang sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.

Tanda-Tanda Terjadinya Lailat al Qodr

Seperti  diriwayatkan  Oleh  Imam  Muslim,  Ahmad,  Abu  Daud  dan  Tirmidzi,  bahwa
Rasulullah SAW pernah bersabda:
"Pada saat terjadinya lailat al qodr itu, malam terasa jernih, terang, tenang, cuaca sejuk
tidak  terasa  panas  tidak  juga  dingin.  Dan  pada  pagi  harinya  matahari  terbit  dengan
jernih terang benderang tanpa tertutup sesuatuawan".

Apa yang Perlu Dilakukan pada Lailat Al Qodr dan Agar Dapat Menggapai Lailat
Al Qodr

1.  Lebih bersungguh-sungguh dalam menjalankan semua bentuk ibadah pada hari-hari
Ramadhan,  menjauhkan  diri  dari  semua  hal  yang  dapat  mengurangi  keseriusan
beribadah pada hari-hari itu. Dalam peribadatan ini juga dengan mengikutsertakan
keluarga. Hal itulah yang dahulu dicontohkan Rasulullah SAW.
2.  Melakukan  i'tikaf  dengan  berupaya  sekuat  tenaga.  Itulah  yang  dilakukan  oleh
Rasulullah SAW.
3.  Melakukan qiyamu al lail berjama'ah, sampai dengan rekaat terakhir yang dilakukan
imam, sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Dzar ra.
4.  Memperbanyak  do'a  memohon  ampunan  dan  keselamatan  kepada  Allah  dengan
lafal: "Allahumma innaka 'afuwun tuhibul afwa fa'fu 'anni". Hal inilah yang diajarkan
oleh Rasulullah SAW kepada Aisyah ra ketika beliau bertanya: ' wahai Rasulullah,
bila  aku  ketahui  kedatangan  lailat  al  qodr,  apa  yang  mesti  aku  ucapkan"?  (HR.
Ahmad, Ibnu Majah dan Tirmidzi)

Menggapai " Lailat al Qodr" bagi Muslimah

Sebagaimana tersirat dari dialog Rasulullah SAW dengan Aisyah, istri beliau itu, maka
mudah   disimpulkan   bahwa   kaum   muslimah-pun   disyari'atkan   dan   diperbolehkan
menggapai  lailat  al  qodr  .  Dengan  melakukan  maksimalisasi  ibadah  yang  memang
diperbolehkan  untuk  dilakukan  seorang  muslimah.  VIII.  Khotimah  Demikian  panduan
ringkas ini, mudah-mudahan pada bulan Ramadhan tahun ini Allah memperkenankan
kita meraih " Lailat al qodr", malam yang utama dari 1000 bulan alias 83 tahun itu.

10.    PANDUAN I'TIKAF RAMADHAN
Di antara rangkaian ibadah-ibadah dalam bulan suci Ramadhan yang dangat dipelihara
sekaligus diperintahkan (dianjurkan) oleh Rasulullah SAW adalah i'tikaf. setiap muslim
dianjurkan (disunnatkan) untuk beri'tikaf di masjid, terutama pada 10 hari terakhir bulan
Ramadhan. I'tikaf merupakan sarana meditasi dan kontemplasi yang sangat efektif bagi
muslim dalam memelihara keislamannya khususnya dalam era globalisasi, materialisasi
dan informasi kontemporer.

Definisi I'tikaf

Para ulama mendefinisikan i'tikaf yaitu berdiam atau  tinggal di masjid dengan adab-
adab tertentu, pada masa tertentu dengan niat ibadah dan taqorrub kepada Allah SWT .
Ibnu Hazm berkata: I'tikaf adalah berdiam di masjid dengan niat taqorrub kepada Allah
SWT pada waktu tertentu pada siang atau malam hari. (al Muhalla V/179)

Hukum I'tikaf
Para ulama telah berijma' bahwa i'tikaf khususnya 10 hari terakhir bulan Ramadhan
merupakan  suatu  ibadah  yang  disyariatkan  dan  disunnatkan  oleh  Rasulullah  SAW.
Rasulullah  SAW  sendiri  senantiasa  beri'tikaf  pada  bulan  Ramadhan  selama  10  hari.
A'isyah, Ibnu Umar dan Anas ra meriwayatkan: "Adalah Rasulullah SAW beri'tikaf pada
10 hari terakhir bulan Ramadhan" (HR. Bukhori & Muslim). Hal ini dilakukan oleh beliau
hingga wafat, kecuali pada tahun wafatnya beliau beri'tikaf selama  20 hari. Demikian
halnya  para  shahabat  dan  istri  beliau  senantiasa  melaksanakan  ibadah  yang  amat
agung  ini.  Imam  Ahmad  berkata:  "Sepengetahuan  saya  tak  seorang  pun  ulama
mengatakan i'tikaf bukan sunnat".

Fadhilah (keutamaan) I'tikaf
Abu  Daud  pernah  bertanya   kepada   Imam   Ahmad:   Tahukan   anda   hadits   yang
menunjukkan keutamaan I'tikaf? Ahmad menjawab: tidak kecuali hadits lemah. Namun
demikian  tidaklah  mengurangi  nilai  ibadah  I'tikaf  itu  sendiri  sebagai  taqorrub  kepada
Allah SWT. Dan cukuplah keuatamaanya bahwa Rasulullah SAW, para shahabat, para
istri Rasulullah SAW dan para ulama' salafus sholeh senantiasa melakukan ibadah ini.

Macam-macam I'tikaf
I'tikaf yang disyariatkan ada dua macam; satu sunnah, dan dua wajib. I'tikaf sunnah
yaitu  yang  dilakukan  secara  sukarela  semata-mata  untuk  bertaqorrub  kepada  Allah
SWT seperti i'tikaf 10 hari terakhir bulan Ramadhan. Dan I'tikaf yang wajib yaitu yang
didahului dengan nadzar (janji), seperti: "Kalau Allah SWT menyembuhkan sakitku ini,
maka aku akan beri'tikaf.

Waktu I'tikaf
Untuk i'tikaf wajib tergantung pada berapa lama waktu yang dinadzarkan , sedangkan
i'tikaf sunnah tidak ada batasan waktu tertentu. Kapan saja pada malam atau siang hari,
waktunya bisa lama dan juga bisa singkat. Ya'la bin Umayyah berkata: " Sesungguhnya
aku berdiam satu jam di masjid tak lain hanya untuk i'tikaf".

Syarat-Syarat I'tikaf
Orang yang i'tikaf harus memenuhi kriteria-kriteria sebagai berikut:
1.  Muslim.
2.  Berakal
3.  Suci dari janabah (junub), haidh dan nifas.
Oleh karena itu i'tikaf  tidak diperbolehkan bagi orang kafir, anak yang belum mumaiyiz
(mampu membedakan), orang junub, wanita haidh dan nifas.

Rukun-Rukun I'tikaf
1.  Niat (QS. Al Bayyinah: 5), (HR: Bukhori & Muslim tentang niat)
2.  Berdiam di masjid (QS. Al Baqoroh: 187)
Disini  ada  dua  pendapat  ulama  tentang  masjid  tempat  i'tikaf  .  Sebagian  ulama
membolehkan i'tikaf disetiap masjid yang dipakai shalat berjama'ah lima waktu. Hal
itu   dalam   rangka   menghindari   seringnya   keluar   masjid   dan   untuk   menjaga
pelaksanaan shalat jama'ah setiap  waktu. Ulama lain mensyaratkan agar i'tikaf itu
dilaksanakan di masjid yang dipakai buat shalat jum'at, sehingga orang yang i'tikaf
tidak perlu meninggalkan tempat i'tikafnya menuju masjid lain untuk shalat jum'at.
Pendapat ini dikuatkan oleh para ulama Syafi'iyah bahwa yang afdhol yaitu i'tikaf di
masjid  jami',  karena  Rasulullah  SAW  i'tikaf  di  masjid  jami'.  Lebih  afdhol  di  tiga
masjid; masjid al-Haram, masjij Nabawi, dan masjid Aqsho.

Awal danAkhir I'tikaf
Khusus i'tikaf Ramadhan waktunya dimulai sebelum terbenam matahari malam ke 21.
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
"Barangsiapa yang ingin i'tikaf dengan ku, hendaklah ia beri'tikaf pada 10 hari terakhir
Ramadhan" (HR. Bukhori).
10 (sepuluh) disini adalah jumlah malam, sedangkan malam pertama dari sepuluh itu
adalah malam ke 21 atau 20. Adapun waktu keluarnya atau berakhirnya, kalau i'tikaf
dilakukan  10  malam  terakhir,  yaitu  setelah  terbenam  matahari,  hari  terakhir  bulan
Ramadhan. Akan tetapi beberapa kalangan ulama mengatakan yang lebih mustahab
(disenangi) adalah menuggu sampai shalat ied.
Hal-hal yang Disunnahkan Waktu I'tikaf

Disunnahkan agar orang yang i'tikaf memperbanyak ibadah dan taqorrub kepada Allah
SWT  ,  seperti  shalat,  membaca  al-Qur'an,  tasbih,  tahmid,  tahlil,  takbir,  istighfar,
shalawat   kepada   Nabi   SAW,   do'a   dan   sebagainya.   Termasuk   juga   didalamnya
pengajian,   ceramah,   ta'lim,   diskusi   ilmiah,   tela'ah   buku   tafsir,   hadits,   siroh   dan
sebagainya.  Namun  demikian  yang  menjadi  prioritas  utama  adalah  ibadah-ibadah
mahdhah.  Bahkan  sebagian  ulama  meninggalkan  segala  aktifitas  ilmiah  lainnya  dan
berkonsentrasi penuh pada ibadah-ibadah mahdhah.

Hal-hal yang Diperbolehkan bagi Mu'takif(Orang yang Beri'tikaf)
1.  Keluar dari tempat i'tikaf untuk mengantar istri, sebagaimana yang dilakukan oleh
Rasulullah SAW terhadap istrinya Shofiyah ra. (HR. Riwayat Bukhori Muslim)
2.  Menyisir atau mencukur rambut, memotong kuku, membersihkan tubuh dari kotoran
dan bau badan.
3.  Keluar dari tempat keperluan yang harus dipenuhi, seperti membuang air besar dan
kecil, makan, minum (jika tidak ada yang mengantarkannya), dan segala sesuatu
yang  tidak  mungkin  dilakukan  di  masjid.  Tetapi  ia  harus  segera  kembali  setelah
menyelesaikan keperluanya .
4.  Makan,  minum,  dan  tidur  di  masjid  dengan  senantiasa  menjaga  kesucian  dan
kebersihan masjid.

Hal-hal yang Membatalkan I'tikaf
1.  Meninggalkan  masjid  dengan  sengaja  tanpa  keperluan,  meski  sebentar,  karena
meninggalkan salah satu rukun i'tikaf yaitu berdiam di masjid.
2.  Murtad (keluar dari agama Islam) (QS. 39: 65
3.  Hilangnya akal, karena gila atau mabuk
4.  Haidh
5.  Nifas
6.  Berjima'  (bersetubuh  dengan  istri)  (QS.  2:  187).  Akan  tetapi  memegang  tanpa
syahwat, tidak apa-apa sebagaimana yang dilakukan Nabi dengan istri- istrinya.
7.  Pergi shalat jum'at  (bagi mereka yang membolehkan i'tikaf di mushalla yang tidak
dipakai shalat jum'at)

I'tikaf bagi Muslimah

I'tkaf  disunnahkan  bagi  wanita  sebagaimana  disunnahkan  bagi  pria.  Selain  syarat-
syarat yang disebutkan tadi, i'tikaf bagi kaum wanita harus memenuhi syarat-syarat lain
sbb:
1.  Mendapat  izin  (ridlo) suami atau orang tua. Hal itu disebabkan karena ketinggian
hak suami bagi istri yang wajib ditaati, dan juga dalam rangka menghindari fitnah
yang mungkin terjadi.
2.  Agar tempat i'tikaf wanita memenuhi kriteria syari'at.
Kita telah mengetahui bahwa salah satu rukun atau syarat i'tikaf adalah masjid. Untuk
kaum  wanita,  ulama  sedikit  berbeda  pendapat  tentang  masjid  yang  dapat  dipakai
wanita  beri'tikaf.  Tetapi  yang  lebih  afdhol-  wallahu  'alam-  ialah  tempat  shalat  di
rumahnya. Oleh karena bagi wanita tempat shalat dirumahnya lebih afdhol dari masjid
wilayahnya.  Dan  masjid  di  wilayahnya  lebih  afdhol  dari  masjid  raya.  Selain  itu  lebih
seiring   dengan   tujuan   umum   syari'at   Islamiyah,   untuk   menghindarkan   wanita
semaksimal mungkin dari tempat keramaian kaum pria, seperti tempat ibadah di masjid.
Itulah sebabnya wanita tidak diwajibkan shalat jum'at dan shalat jama'ah di masjid. Dan
seandainya ke masjid ia harus berada di belakang. Kalau demikian, maka i'tikaf yang
justru   membutuhkan   waktu   lama   di   masjid   ,   seperti   tidur,   makan,   minum,   dan
sebagainya lebih dipertimbangkan. Ini tidak berarti i'tikaf bagi wanita tidak diperboleh di
masjid. Wanita bisa saja i'tikaf di masjid dan bahkan lebih afdhol apabila masjid tersebut
menempel dengan rumahnya, jama'ahnya hanya wanita, terdapat tempat buang air dan
kamar mandi khusus dan sebagainya. Wallahu 'alam.
11.    PANDUAN MENGELUARKAN ZAKAT FITRAH

1.  Diriwayatkan dari Ibnu Umar t.ia berkata: Rasulullah telah mewajibkan zakat fithrah
dari bulan Ramadhan satu sha' dari kurma, atau satu sha' dari sya'iir. atas seorang
hamba, seorang merdeka, laki-laki, wanita, anak kecil dan orang dewasa dari kaum
muslilmin. (H.R: Al-Bukhary dan Muslim)
2.  Diriwayatkan dari Umar bin Nafi' dari ayahnya dari Ibnu Umar ia berkata ; Rasulullah
telah mewajibkan zakat fithrah satu sha' dari kurma atau satu sha' dari sya'iir atas
seorang hamba, merdeka, laki-laki, wanita, anak kecil dan orang dewasa dari kaum
muslimin dan beliau memerintahkan agar di tunaikan / dikeluarkan sebelum manusia
keluar untuk shalat 'ied. (H.R: Al-Bukhary, Abu Daud dan Nasa'i)
3.  Diriwayatkan  dari  Ibnu  Abbas  ra.  ia  berkata: Rasulullah saw telah memfardhukan
zakat fithrah untuk membersihkan orang yang shaum dari perbuatan sia-sia dan dari
perkataan  keji  dan  untuk  memberi  makan  orang  miskin.  Barang  siapa  yang
mengeluarkannya sebelum shalat, maka ia berarti zakat yang di terima dan barang
siapa yang mengeluarkannya sesudah shalat 'ied, maka itu berarti shadaqah seperti
shadaqah   biasa   (bukan   zakat   fithrah).   (H.R:   Abu   Daud,   Ibnu   Majah   dan
Daaruquthni)
4.  Diriwayatkan dari Hisyam bin urwah dari ayahnya dari Abu Hurairah ra. dari Nabi
saw. bersabda: Tangan di atas (memberi dan menolong) lebih baik daripada tangan
di bawah  (meminta-minta), mulailah orang yang menjadi tanggunganmu  (keluarga
dll) dan  sebaik-baik shadaqah adalah yang di keluarkan dari kelebihan kekayaan
(yang di perlukan oleh keluarga) (H.R: Al-Bukhary dan Ahmad)
5.  Diriwayatkan  dari  Ibnu  Umar  ra.  ia  berkata:  Rasulullah sw. memerintahkan untuk
mengeluarkan  zakat  fithrah  unutk  anak  kecil,  orang  dewasa,  orang  merdeka  dan
hamba sahaya dari orang yang kamu sediakan makanan mereka (tanggunganmu).
(H.R: Daaruquthni, hadits hasan)
6.  Artinya: Diriwayatkan dari Nafi' t. berkata: Adalah Ibnu Umar menyerahkan (zakat
fithrah) kepada mereka yang menerimanya  (panitia  penerima  zakat  fithrah  /  amil)
dan mereka (para sahabat) menyerahkan zakat fithrah sehari atau dua hari sebelum
'iedil fitri. (H.R.Al-Bukhary)
7.  Diriwayatkan dari Nafi': Bahwa sesungguhnya Abdullah bin Umar menyuruh orang
mengeluarkan  zakat  fithrah  kepada  petugas  yang  kepadanya  zakat  fithrah  di
kumpulkan (amil)  dua hari atau tiga hari sebelum hari raya fitri. (H.R: Malik)

Hadits-hadits tersebut di atas memberi pelajaran kepada kita bahwa:
1.  Wajib  bagi  tiap  kaum  muslimin  untuk  mengeluarkan  zakat  fithrah  untuk  dirinya  ,
keluarganya dan orang lain yang menjadi tanggungannya baik orang dewasa, anak
kecil, laki-laki maupun wanita. (dalil: 1,2 dan 5)
2.  Yang  wajib  mengeluarkan  zakat  fithrah  adalah  yang  mempunyai  kelebihan  dari
keperluan untuk dirinya dan keluarganya. (dalil: 4)
3.  Sasaran zakat fithrah adalah dibagikan kepada kaum miskin dari kalangan kaum
muslimin. (dalil: 3)
4.  Zakat fithrah dikeluarkan dari makanan pokok(di negeri kita adalah beras) sebanyak
lebih kurang 3,1 liter untuk seorang. (dalil: 1 dan 2)
5.  Cara menyerahkan zakat fithrah adalah sebagai berikut:
a.  Bila  diserahkan  langsung  kepada  yang  berhak  (fakir  miskin  muslim)  waktu
penyerahannya adalah sebelum shalat 'ied yakni malam hari raya atau setelah
shalat Shubuh sebelum shalat 'iedul fitri. (dalil: 2 dan 3)
b.  Bila diserahkan kepada amil zakat fithrah  (orang yang bertugas mengumpulkan
zakat  fithrah), boleh diserahkan tiga,dua atau satu hari sebelum hari raya 'iedul
fitri. (dalil: 6 dan 7)
6.  Zakat fithrah disyari'atkan untuk membersihkan pelaksanaan shaum Ramadhan dari
perbuatan sia-sia dan perkataan keji di waktu shaum. (dalil: 3

12.    PANDUAN SHALAT 'IEDUL FITHRI DAN 'IEDUL ADHHA

1.  Diriwayatkan dari Abu Said, ia berkata: Adalah Nabi saw. pada hari raya 'iedul fitri
dan  'iedul  adhha  keluar  ke  mushalla  (padang  untuk  shalat),  maka  pertama  yang
beliau kerjakan adalah shalat, kemudian setelah selesai beliau berdiri menghadap
kepada manusia sedang manusia masih duduk tertib pada shof mereka, lalu beliau
memberi nasihat dan wasiat (khutbah) apabila beliau hendak mengutus tentara atau
ingin memerintahkan sesuatu yang telah beliau putuskan,beliau perintahkan setelah
selesai beliu pergi. (H.R: Al-Bukhary dan Muslim)
2.  Telah berkata Jaabir ra: Saya menyaksikan shalat 'ied bersama Nabi saw. beliau
memulai shalat sebelum khutbah tanpa adzan dan tanpa iqamah, setelah selesai
beliau  berdiri  bertekan  atas  Bilal,  lalu  memerintahkan  manusia  supaya  bertaqwa
kepada    Allah,    mendorong    mereka    untuk    taat,    menasihati    manusia   dan
memperingakan mereka, setelah selesai beliau turun mendatangai shaf wanita dan
selanjutnya beliau memperingatkan mereka. (H.R: Muslim)
3.  Diriwayatkan  dari  Ibnu  Umar  ra.  ia  berkata:  Umar  mendapati  pakaian  tebal  dari
sutera yang dijual, lalu beliau mengambilnya dan membawa kepada Rasulullah saw.
lalu berkata: Yaa Rasulullah belilah pakaian ini dan berhiaslah dengannya untuk hari
raya  dan  untuk  menerima  utusan.  Maka  beliaupun  menjawab:  Sesungguhnya
pakaian ini adalah bagian orang-orang  yang  tidak  punya bagian di akherat  (yakni
orang kafir). (H.R Bukhary dan Muslim)
4.  Diriwayatkan dari Ummu 'Atiyah ra. ia berkata: Rasulullah saw. memerintahkan kami
keluar  pada  'iedul  fitri  dan  'iedul  adhha  semua  gadis-gadis,  wanita-wanita yang
haidh, wanita-wanita  yang  tinggal  dalam  kamarnya.  Adapun  wanita  yang  sedang
haidh  mengasingkan  diri  dari  mushalla    tempat  shalat  'ied),  mereka  meyaksikan
kebaikan  dan  mendengarkan  da'wah  kaum  muslimin  (mendengarkan  khutbah).
Saya  berkata:  Yaa  Rasulullah  bagaimana  dengan  kami  yang  tidak  mempunyai
jilbab?   Beliau   bersabda:   Supaya   saudaranya   meminjamkan   kepadanya   dari
jilbabnya. (H.R: Jama'ah)
5.  Diriwayatkan dari Anas bin Malik ra. ia berkata: Adalah Nabi saw. Tidak berangkat
menuju   mushalla   kecuali   beliau   memakan   beberapa   biji   kurma,   dan   beliau
memakannya dalam jumlah bilangan ganjil. (H.R: Al-Bukhary dan Muslim)
6.  Diriwayatkan dari Buraidah ra. ia berkata: Adalah Nabi saw keluar untuk shalat 'iedul
fitri  sehingga  makan  terlebih  dahulu  dan  tidak  makan  pada  shalat  'iedul  adhha
sehingga beliau kembali dari shalat 'ied. (H.R:Ibnu Majah, At-Tirmidzi dan Ahmad)
7.  Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra. ia berkata: Bahwasanya Nabi saw. Keluar untuk
shalat  'iedul  fitri  dua  raka'at,  tidak  shalat  sunah  sebelumnya  dan  tidak  pula
sesudahnya. (H.R: Bukhary dan Muslim)
8.  Diriwayatkan dari Jaabir ra. ia berkata: Adalah Nabi saw apabila keluar untuk shalat
'ied  ke  mushalla,  beliau  menyelisihkan  jalan  (yakni  waktu  berangkat  melalui  satu
jalan dan waktu kembali melalui jalan yang lain (H.R: Bukhary)
9.  Diriwayatkan  dari  Yazid  bin  Khumair  Arrahbiyyi  ra.  ia  berkata:  Sesungguhnya
Abdullah bin Busri seorang sahabat nabi saw. Keluar bersama manusia untuk shalat
'iedul  fitri  atau  'iedul  adhha,  maka  beliau  mengingkari  keterlambatan  imam,  lalu
berkata: Sesungguhnya kami dahulu (pada zaman Nabi saw.) pada jam-jam seperti
ini sudah selesai mengerjakan shalat 'ied. Pada waktu ia berkata demikian adalah
pada shalat dhuha. (H.R: Abu Daud dan Ibnu Majah)
10. Diriwayatkan dari Abi Umair bin Anas, diriwayatkan dari  seorang pamannya dari
golongan  Anshar,  ia  berkata:  Mereka  berkata:  Karena  tertutup  awan  maka  tidak
terlihat oleh kami hilal syawal, maka pada pagi harinya kami masih tetap shaum,
kemudian  datanglah  satu  kafilah  berkendaraan  di  akhir  siang,  mereka  bersaksi
dihadapan  Rasulullah  saw.bahwa  mereka  kemarin  melihat  hilal.  Maka  Rasulullah
saw. memerintahkan semua manusia (ummat Islam) agar berbuka pada hari itu dan
keluar menunaikan shalat 'ied pada hari esoknya. (H.R: Lima kecuali At-Tirmidzi)
11.  Diriwayatkan  dari  Azzuhri,  ia  berkata:  Adalah manusia  (para  sahabat) bertakbir
pada  hari  raya  ketika  mereka  keluar  dari  rumah-rumah  mereka  menuju  tempat
shalat 'ied sampai mereka tiba di mushalla  (tempat shalat 'ied) dan terus bertakbir
sampai imam datang, apabila imam telah datang, mereka diam dan apabila imam
ber takbir maka merekapun ikut bertakbir. (H.R: Ibnu Abi Syaibah)
12. Diriwayatkan bahwa Ibnu Mas'ud ra. bertakbir pada hari-hari tasyriq dengan lafadz
sbb: (artinya): Allah maha besar, Allah maha besar, tidak ada Illah melainkan Allah
dan Allah maha besar, Allah maha besar dan bagiNya segala puji. (H.R Ibnu Abi
Syaibah dengan sanad shahih)
13.  Diriwayatkan  dari  Amru  bin  Syu'aib,  dari  ayahnya,  dari  neneknya,  ia  berkata:
Sesungguhnya  Nabi  saw.  bertakbir  pada  shalat  'ied  dua  belas  kali  takbir.  dalam
raka'at pertama tujuh kali takbir dan pada raka'at yang kedua lima kali takbir dan
tidak  shalat  sunnah  sebelumnya  dan  juga  sesudahnya.    (H.R:  Amad  dan  Ibnu
Majah)
14.Diriwayatkan dari Samuroh, ia berkata: Adalah Nabi saw.  Dalam shalat kedua hari
raya  beliau  membaca:  Sabihisma  Rabbikal  A'la  dan  hal  ataka  haditsul  ghosiah.
(H.R: Ahmad)
15.  Diriwayatkan  dari  Abu  Waqid  Allaitsi,  ia  berkata:  Umar  bin  Khaththab  telah
menanyakan kepadaku tentang apa yang dibaca oleh Nabi saw. Waktu shalat 'ied .
Aku  menjawab:  beliau  membaca  surat  (Iqtarabatissa'ah)  dan    Qaaf  walqur'anul
majid). (H.R: Muslim)
16.Diriwayatkan dari Zaid bin Arqom ra. ia berkata: Nabi saw. Mendirikan shalat 'ied,
kemudian  beliau  memberikan  ruhkshah  /  kemudahan  dalam  menunaikan shalat
jum'at,  kemudian  beliau  bersabda:  Barang  siapa  yang  mau  shalat  jum'ah,  maka
kerjakanlah. (H.R: Imam yang lima kecuali At-Tirmidzi)
17.Diriwayatkan  dari  Abu  Hurairah  ra.  bahwasanya  Nabi  saw.  Bersabda  pada  hari
kamu ini, telah berkumpul dua  hari raya  (hari jum'ah dan hari raya), maka barang
siapa  yang  suka  shalat  jum'ah,  maka  shalatnya  diberi  pahala  sedang  kami  akan
melaksanakan shalat jum'ah. (H.R: Abu Daud)

KESIMPULAN

Hadits-hadits  tersebut  memberi  pelajaran  kepada  kita  tentang  adab-adab shalat hari
raya sbb:
Pakaian
Pada  saat  mendirikan  shalat  kedua  hari  raya  disunnahkan  memakai  pakaian  yang
paling bagus. (dalil: 3)
Makan
a.  Sebelum  berangkat  shalat  hari  raya  fitri  disunnahkan  makan  terlebih  dahulu,  jika
terdapat beberapa butir kurma , jika tidak ada maka makanan apa saja.
b.  Sebaliknya pada hari raya 'iedul adhha, disunnahkan tidak makan terlebih dahulu
sampai selesai shalat 'iedul adhha. (dalil: 5 dan 6)

Mendengungkan Takbir
a.  Pada hari raya 'iedul fitri, takbir didengungkan sejak keluar dari rumah menuju ke
tempat   shalat   dan   sesampainya   di   tempat   shalat   terus   dilanjutkan   takbir
didengungkan sampai shalat dimulai. (dalil: 11)
b.  Pada hari raya 'iedul adhha, takbir boleh didengungkan sejak Shubuh hari Arafah (9
Dzul Hijjah) hingga akhir hari tasyriq (13 Dzul Hijjah). (dalil: 12)

Jalan yang Dilalui
Disunnahkan membedakan jalan yang dilalui waktu berangkat shalat hari raya dengan
jalan yang dilalui di waktu pulang dari shalat 'ied (yakni waktu berangkat melalui satu
jalan, sedang waktu pulang melalui jalan yang lain). (dalil: 8)

Bila Terlambat Mengetahui Tibanya Hari Raya
Apabila datangnya berita tibanya hari raya sudah tengah hari atau petang hari, maka
hari itu diwajibkan berbuka sedang pelaksanaan shalat hari raya dilakukan pada hari
esoknya. dalil: 10)

YangMenghadiri Shalat 'Ied
Shalat 'ied disunnahkan untuk dihadiri oleh orang dewasa baik laki-laki maupun wanita,
baik wanita yang suci dari haidh maupun wanita yang sedang haidh dan juga kanak-
kanak baik laki-laki maupun wanita.  Wanita yang sedang haidh tidak ikut shalat, tetapi
hadir untuk mendengarkan khutbah 'ied. (dalil:4)

Tempat Shalat 'Ied
Shalat  'ied  lebih  afdhal  (utama)  diadakan  di  mushalla  yaitu  suatu  padang  yang  di
sediakan  untuk  shalat  'ied,  kecuali  ada  uzur  hujan  maka shalat diadakan di masjid.
Mengadakan  shalat  'ied  di  masjid  padahal  tidak  ada  hujan  sementara  lapangan
(padang) tersedia, maka ini kurang afdhal karena menyelisihi amalan Rasulullah saw.
yang selalu mengadakan shalat 'ied di mushalla  (padang tempat shalat), kecuali sekali
dua kali beliau mengadakan di masjid karena hujan.(dalil: 1 dan 8)

Cara Shalat 'Ied
a.  Shalat  'ied  dua  raka'at,  tanpa  adzan  dan  iqamah  dan  tanpa  shalat  sunnah
sebelumnya dan sesudahnya. (dalil: 1,2 dan 7)
b.  Pada  raka'at  pertama  setelah  takbiratul  ihram  sebelum  membaca  Al-Fatihah,
ditambah  7  kali  takbir.  Sedang  pada  raka'at  yang  kedua  sebelum  membaca  Al-
Fatihah dengan takbir lima kali. (dalil 13)
c.  Setelah  membaca  Fatihah  pada  raka'at  pertama  di  sunnahkan  membaca  surat
(sabihisma Rabbikal a'la / surat ke 87) atau surat iqtarabatissa'ah / surat ke 54). Dan
setelah membaca alFatihah pada raka'at yang kedua disunnahkan membaca surat
(Hal   Ataka   Haditsul   Ghaasyiyah   /   surat   ke   88)  atau  membaca  surat   (Qaaf
walqur'anul majid / surat ke 50).(dalil: 15)
d.  Setelah selesai shalat , imam berdiri menghadap makmum dan berkhutbah memberi
nasihat-nasihat dan wasiat-wasiat, atau perintah-perintah penting.
e.  Khutbah hari raya ini boleh diadakan khusus untuk laki-laki kemudian khusus untuk
wanita.
f.   Khutbah hari raya ini tidak diselingi duduk .(dalil: 1 dan 2 )
WaktuShalat
Shalat 'ied diadakan setelah matahari naik, tetapi sebelum masuk waktu shalat dhuha.
(dalil: 9)
Hari  raya  jatuh  pada  hari  jum'ah  Bila  hari  raya  jatuh  pada  hari  jum'ah,  maka shalat
jum'ah menjadi sunnah, boleh diadakan dan boleh tidak, tetapi untuk pemuka umat atau
imam masjid jami' sebaiknya tetap mengadakan shalat jum'at. (dalil: 16 dan 17)
13.    SPIRITUALISME DAN MATERIALISME

Puasa Ramadhan hakekatnya adalah melatih dan  mengajari naluri (instink) manusia
yang cenderung tak terkontrol. Naluri yang sulit terkotrol dan terkendali itu adalah naluri
perut  yang  selalu  menuntut  untuk  makan  dan  minum  dan  naluri  seks  yang  selalu
bergelora sehingga manusia kewalahan untuk mengekang dua naluri ini. Dalam sejarah
manusia didapatkan dua falsafah yang dapat menguasai dan mendominasi kebanyakan
manusia, yakni falsafah materialisme yang berorientsi pada materi saja, dan falsafah
spiritualisme yang hanya berorientasi pada rohaniah saja.

Orang-orang yang berorientasi materi  -  terdiri  dari  orang-orang atheis, komunis dan
animisme dan berhalaisme  - mereka hidup untuk dunianya saja. Mereka melepaskan
kenhendak  nalurinya  dan  tak  pernah  puas.  Bila  terpenuhi  satu  keinginannya,  timbul
keinginan  baru  begitu  seterusnya.  Sahwat  manusia  bila  sudah  terbakar  maka  akan
mengheret  dari  sedikit  ke  yang  banyak,  dari  banyak  ke  yang  terbanyak.  Allah
mengecamorang-orang seperti ini:
"Biarkanlah  mereka  makan,  dan  bersenang-senang,  mereka  dilalaikan  oleh  angan-
angan dan mereka akan mengetahui akibatnya".(QS Al Hijr 3).
Ayat lain:
"Orang-orang  kafir  mereka  bersenang-senang  dan  makan  seperti  binatang  ternak
makan. Dan neraka adalah tempat tinggalnya".(QS Muhammad 12) Mereka hidup di
dunia  ini  dalam  keadaan  kosong. Jiwanya dikuasai nafsunya, m enghalalkan segala
cara, dan dihari kiamat nanti mereka mendapat balasan yang setimpal. "Demikian itu
bersenang-senang di bumi tanpa haq dan mereka sombong".(QS Ghofir 75)
Sementara filsafat spiritualisme yang didasarkan pada kerahiban, berpandangan bahwa
pengabdian  kepada  Tuhan  harus  menekan  naluri  seks  mengikis  habis  pendorong-
pendorongnya  dan  mematikannya  yang  juga  diatasi  dengan  mengurangi  makan.
Dengan   kata   lain   mereka   masuk   dalam   kancah   peperangan   melawan   jasad
manusiawinya. Filsafat ini dilakukan oleh gereja sejak dahulu kala. Orang-orang Barat
dewasaa ini melepaskan diri dari filsafat gereja, mereka menggunakan waktu dan harta
kekayaannya  untuk  memenuhi  sahwat  jasmaninya.  Filsafat  spiritualismenya  telah
lenyap,  bahkan  gereja-gereja  sudah  tiada  lagi  pengunjungnya  walaupun  pada  hari
Minggu. Seandainya masih ada, itu hanya sekelompok minoritas yang hidup di dunia
Islam.
Agama  Islam  adalah  agama  yang  seimbang.  Ia  menghormati  rohani  dan  jasmani
sekaligus,  ia  memperhatikan  nilai-nilai  ideal  manusia,  tapi  juga  menjamin  kebutuhan
hidup  naluri  duniawinya  asal  dalam  ruang  keutamaan,  ketaatan,  kehormatan.  Ia
membolehkan   manusia   makan   dengan   catatan   dalam   batas   kewajaran   dan
kehormatan.
"Makanlah dan minumlah, berpakaianlah dan bersedekahlah tanpa berlebih-lebihan dan
tidak diiringi kesombongan".(HR Bikhari)

Islam mengimbangkan antara ruhani dan jasmani.

"Ya Allah, a ku berlindung kepadamu dari lapar, karena sesungguhnya seburuk- buruk
tidur adalah dalam keadaan lapar. Dan  aku berlindung kepadamu dari khianat, karena
itu adalah seburuk-buruk suasana kejiwaan".(HR Abu Daud)

Islam memperhatikan kehidupan dunia dan akherat,

"Dan dikatakan kepada orang-orang yang bertaqwa: Apa yang Tuhan kalian turunkan?
mereka  berkata:  'Keuntungan  bagi  orang-orang  yang  berbuat  baik  di  dunia  ini  dan
akherat lebih baik, dan sebaik tempat bagi orang-orang yang bertaqwa".(QS AN Nahl
Ajaran Islam datang untuk mensucikan manusia, mengangkat darjatnya, ia mensucikan
fisikalnya  dengan  mandi  dan  berwudlu,  mensucikan  jiwanya  denga  ruku'  dan  sujud.
Islam  adalah  jasmani  dan  ruhani,  dunia  dan  akherat  dengan  falsafah  puasa.  Islam
menegaskan bahwa manusia terdiri dari jasmani dan ruhani. Nilai manusia tidak terletak
pada jasadnya, akan tetapi terletak pada ruhani yang menggerakkannya. Kerena ruhani
inilah, Allah memerintahkan pada malaikatnya untuk hormat kepada manusia, karena
ruhani datangnya dari Allah swt. Firman Allah:
"Ingatlah   di   waktu  Tuhanmu  berkata  kepada  para  malaiakat:  "Aku  menciptakan
manusia  dari  tanah,  dan  setelah  aku  sempurnakan  aku  tiupkan  kedalamnya  ruh-Ku,
maka hormatlah kalian kepadanya".(QS ShAd 71-72)
Setelah itu manusia ada yang mengenali siapa yang meniupkan ruh kapadanya dan
yang  memuliakannya  atas  seluruh  makhluknya.  Mereka  itu  akan  bersyukkur  kepada
pemberi   nikmat,   sementara   ada   manusia-manusia   yang   melupakan   Tuhannya,
melupakan kepada dzat yang meniupkan ruh kepadanya.
Demikian   juga   halnya   kebudayaan.   Kebudayaan   yang   memegang   kendali   alam
sekarang  ini  telah  melupakan  Tuhannya, melalaikan haknya. Dunia ini tidak memiliki
kebudayaan yang mengakui ruhani dan jasmani, berorientasi dunia dan akherat dan
menentukan  hak-hak  manusia  disamping  hak-hak Allah  -kebudayaan  Islam-. Puasa
Ramadhan  sebagaimana  Rasulullah  jelaskan  dapat  mengangkat  derajat  pelakunya
menjadi unsur rahmat, kedamaian, ketenangan, kesucian jiwa, aklaq mulia dan perilaku
yang indah ditengah-tengah masyarakat.
"Bila salah seorang dari kalian berpuasa maka hendaknya ia tidakberbicara buruk dan
aib.  dan  jangan  berbicara  yang  tiada  manfaatnya  dan  bila  dimaki  seseorang  maka
berkatalah, 'Aku berpuasa'". (HR. Bukhori).
Dalam bulan Ramadhan terdapat filsafat Islam yang mengaitkan dunia dengan akhirat,
mengaitkan jasmani dan ruhani, mengaitkan bumi dengan langit, mengaitkan manusia
dengan  wahyu,  dan  mengaitkan  dunia  dengan  kitab  yang  menerangi  jalannya  dan
menetukantujuannya

14.    SEJENAK BERSAMA PEMUDA
Wahai  pemuda  Islam!  Jalanmu  penuh  rintangan,  laut  jiwamu  dalam  tak  berhingga.
Puasa bagimu merupakan benteng penahan. Tidak seorang pun yang mampu kecuali
mereka yang perkasa, terpercaya, penuh waspada serta mawas diri, serius, tangkas,
dan  rela  berkorban.  Peliharalah  lidahmu,  karena  tidak  ada  sesuatu  pun  yang  dapat
membuat manusia tersungkur ke dalam api neraka kecuali karena buah mulut mereka
sendiri. Jangan berghibah, kendalikanlah matamu dari pandangan was-was al-khonnas
Bukankah kamu tahu bahwa Rasul Saw pernah bersabda:
"Siapa yang berpuasa, hendaklah mengendalikan pendengaran dan penglihatannya".
Oleh karena itu, jadikanlah ucapanmu berupa dakwah ilallah, pendengaranmu hanya
untuk mengingat Allah. Dengan begitu di dalam dirimu terhimpunlah kesenangan dunia
dan kebahagiaan dunia dan kebahagiaan akhirat.
Sesungguhnya  puasa  zhohir  ditandai  dengan  berakhirnya  siang,  yaitu  ketika  mulai
tenggelamnya  matahari  di  tempat  istirahnya.  Shoum  kembali  ke  keadaan  semula
dengan  rasa  gembira  tatkala  berbuka.  Ini  dialami  semua  orang  yang  shoum.  Akan
tetapi puasa orang-orang yang muttaqin yang penuh keikhlasan, tidak berujung. Tidak
berakhir dengan ghurub dan tidak dimulai dengan syuruq. Tidak dapat dihitung dengan
bilangan jam dan tidak pula mempunyai batas waktu.
Engkaulah pengendali yang terpercaya atas dirimu dan atas diri saudara-saudaramu.
Itulah 'amanah' dari ujian itu. Bagaimana seandainya engkau melalaikannya, terlepas
dari  ceruk  hatimu  di  tengah-tengah  bersliwerannya  berbagai  godaan  dan  pemikat-
pemikat? Apakah akan kau biarkan berlalu dan bahkan terlepas dari dirimu? Tidakkah
kau merasa perlu kembali memperhatikan janjimu kepada Allah, yang mendatangkan
pahala begitu besar? Ialah amanah puasa yang sebenar-benarnya.
Wahai pemuda yang amil! Kita berpuasa jika telah melihat bulan. Tetapi sesungguhnya
yang kuinginkan darimu wahai pemuda, lebih dari sekadar itu, sedikit atau banyak di
atas mustawa (level) itu tadi jika memang kamu mampu. Mintalah tolong kepada Maha
Pemberi  Kemampuan,  yang  memberi  apa  saja  kepada  orang  yang  dikehendakiNya.
Aku mengharap agar engkau sebelum melihat bulan, melihat pencipta dari bulan itu.
Sungguh, alangkah tingginya martabat ini, dimana banyak orang yang tak kuasa untuk
meraihnya.  Tetapi  dengan  izin  Allahjugalah  mereka  berhasil  melampauinya.  Jika
memang engkau telah berazam (bertekad), maka tawakkallah. Engkau, wahai pemuda!

Jika berpuasa karena melihat bulan, memang akan mendapatkan pahala sebagaimana
halnya kebanyakan orang. Akan tetapi, engkau mempersiapkan dirimu dengan shoum
itu  untuk  beramal  (bekerja)  fi  sabilillah,  menyebarkan  misi(risalah)Nya,  mengemban
dakwah, serta jihad yang begitu malah lagi mulia. Tempatkanlah segala sesuatunya di
jalan Allah, pasti segala kesulitan yang ada akan menjadi ringan, dan agar kau selalu
berada di dalam barisanNya.
Aturlah barisan. Pemuda di samping pemuda, pemudi beriringan dengan pemudi, orang
tua  dengan  orang  tua.  Aku  menginginkan  sekali  agar  engkau  tidak  sampai  hanya
sekedar   melihat   bulan,   akan   tetapi   terus   dan   teruslah   melangkah   lebih   jauh.
Bersihkanlah hati dan sinarilah keyakinanmu itu, agar kau dapat menyaksikan pencipta
dari  bulan  itu.  Inilah  rencana  dan  tujuan,  awal  dari  akhir.  KepadaNya  jugalah  kita
kembalikan segala urusan.
Sesungguhnya berpuasa karena melihat bulan memang betul menurut ibadah. Tetapi
berpuasa  dengan  hati  yang  bersinar,  ruh  yang  tenang,  dan  nurani  yang  cemerlang
adalah puncak kekuatan ibadah yang dituntut dari dirimu. Yaitu irodah yang apabila
disertai tekad dan ketulusan tujuan, sesaat pun tidak akan pernah menjadi lemah dan
pudar.  Tak  sedetik  pun  mundur  dari  kewajiban-kewajiban  yang  sulit  diukur  dengan
bilangan waktu itu. Irodah yang senantiasa beriringan dengan amal untuk menanggung
kesulitan dengan hati yang penuh, bersama melakukan jihad di tengah beragamnya
medan-medan jihad; jihadun-nafs, jihad melawan musuh yang zholim.
Dengan melalui jenjang-jenjang jihad tersebut, dengan tangan bila mampu dan dengan
lisan bila sanggup, berarti dirimu telah berhasil menjaga keutuhan imanmu. Hingga tak
sesuatu pun yang bisa mengikisnya. Adalah sesuatu yang begitu menggembirakan saat
kita berbuka, lapar telah terobati, haus telah pergi. Tetapi ada yang lebih dari sekedar
itu, lebih menyenangkan dan menggembirakan, yaitu bertemunya diri kita dengan Allah 
pada  hari  perhitungan  (Yaumul  Hisab)  kelak.  Tidak  mungkin  dicapai  tingkatan  ini
kecuali oleh orang-orang yang berpuasa karena Allah dan hanya untuk Allah.
Sungguh,  aku  tidak  berbicara  dengan  telinga  kasatmu,  tapi  aku  bicara  dengan  hati
sanubarimu.  Dengan  persamaanmu  yang  paling  dalam  agar  rela  berkorban  di  jalan
Allah,  tanpa  mengharap  upah  dan  pamrih.  Puasalah,  karena  Allah  menghendakimu
untuk berpuasa, hanya itu. Beban ini sungguh berat bagimu, tanggung jawab ini begitu
besar, dan hambatannya penuh ranjau serta tingkat kesulitannya begitu tinggi. Tidak
akan  berhasil  dan  tidak  akan  menang  terkecuali  hatimu  telah  tergetar  untuk  hanya
mengharap ridho Allah, serta perasaanmu telah terdorong untuk mendapatkan husnul
khotimah.
Aku menginginkan pengorbanan yang cukup mahal darimu, di mana kemenangan bagi
dienmu  tidak  akan  tercapai  tanpa  melalui  jalan  ini.  Sungguh,  sesungguhnya  musuh-
musuh  Islam  akan  dengan  segala  daya  upaya  ingin  menghancurkan  segala  yang
berharga yang ada pada dirimu. Dan aku ingin sekali melihat dirimu berada pada posisi
As-Shiddiqie, Syuhada dan Sholihin. Sungguh, apakah ada nilai yang lebih tinggi dari
itu? Allah Yang Maha Pemurah mengetahui betul bahwa puasa itu sulit, tidak mungkin
dapat dilakukan kecuali oleh orang-orang yang jiwanya bersih dari kotoran-kotoran dan
virus.
Karena rahmatNya jugalah Allah memberikan rukhshoh kepada orang yang sakit, orang
yang  bepergian  dan  orang  yang  haidh  agar  berbuka.  Tetapi  dengan  syarat  untuk
mengqodhonya bila telah memungkinkan. Demikian alternatif daripada dispensasi yang
diberikan  Allah,  seperti  yang  tertulis  dari  firmanNya:"Dan  puasa  kamu  itu  lebih  baik
untuk  kamu,  jika  kamu  mengetahui".  Berbukalah  kamu  dengan  rukhshohKU,  tidak
mengapa,  karena  AKU  senang.  Manfaatkanlah  rukhsohKU  sebagaimana  engkau
melaksanakan azimahKU. Tetapi yang Kuinginkan darimu itu adalah yang lebih baik,
lebih  utama,  lebih  mulia  dan  lebih  bermanfaat  bagi  kamu. Yaitu berpuasa, walaupun
syarat-syarat  rukhsoh  itu  telah  terpenuhi,  terkecuali  orang  yang  haidh,  tanpa  ada
penyakit yang menimbulkan bahaya.
Diprioritaskannya  ibadah  puasa  karena  itu  lebih  baik  bagi  kita.  Di  mana  letaknya
kelebihan-kelebihannya  itu?  Hanya  Allahlah  yang  tahu,  ketika  Dia  mengakhiri  ayat
tersebut dengan firmanNya: "Jika kamu mengetahuinya".
Yang  jelas  dan  pasti,  kita  mengakui  bahwa  yang  terbaik  itu  adalah  apa-apa  yang
dipilihkan  Allah  untuk  kita.  Karena  hanya  Dialah  Yang  Maha  Mengetahui.  Tidak ada
satu pun yang dapat menyamai dan menyaingiNya. Maka untuk dirimu, pilihlah yang
terbaik  dan  terindah,  karena  Allah  tidak  menjadikan  kesulitan  bagi  kita  di  dalam
beribadah    kepadaNya.    Kewajiban-kewajiban    itu    dibebankan    sesuai    dengan
kemampuan yang ada pada diri masing-masing. Nah, di sinilah medan uji coba itu.
Di  depan  kita  terbentang  beberapa  tingkatan-tingkatan  kemuliaan  beserta  rangking-
rangking  penghargaanNya.  Silahkan  kita  akan  memilih  yang  mana,  dan  dimana  kita
mau menempatkan diri. Nun di sana ada Syurga Na'im, siapa saja yang memasukinya
pasti merasa aman dan nyaman. Ada pula Al-Firdaus,  Al-A'la. Dan ada pula syurga
yang tak mungkin dapat dilukiskan oleh hanya sekedar pena. Kita saat ini hanya bisa
menyebutkan nama-namanya saja, tidak lebih. Ada pun hakekat dari nama-nama yang
begitu indah itu masih ada di dalam impian dan harapan. Sejenak saja, aku ingin selalu
bersamamu wahai pemuda, di dunia ini banyak sekali hiasan pemikat yang berkaitan
dengan tuntutan hidup. Tuntutan mencari popularitas, jabatan, harta dan kesenangan
duniawi  yang  begitu  semu  dan  melenakan.  Maka  dengan  puasa,  kuharapkan  dirimu
mampu  untuk  menahan  semua  pemikat-pemikat  semu  itu.  Kembali  bersama-sama
menegakkan Islam.

Di Kutip: http://www.karisiakmalang.com/

Comments